Asal
makna riba menurut bahasa Arab (raba-yarbu) atau dalam bahasa Inggrisnya
usury/interest ialah lebih atau bertambah (ziyadah/addition) pada suatu zat,
seperti tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman1. Misalnya si A memberi
pinjaman kepada si B, dengan Syarat si B harus mengembalikan uang pokok
pinjaman beserta sekian persen tambahannya. Riba dapat diartikan juga dengan
segala jual beli yang haram. Adapun yang dimaksud disini menurut istilah syara’
adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau
tidaknya menurut syara’, atau terlambat menerimanya.
B.
Beberapa Macam Riba
Secara
umum riba terbagi menjadi dua bagian, yakni riba nasi’ah dan riba al-fadhl2.
1.
Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah (riba yang jelas,
diharamkan karena keadaanya sendiri) diambil dari kata an-nasu’, yang berarti
menunda, jadi riba ini terjadi karena adanya penundaan pembayaran hutang.
2.
Riba Fadhl
Riba fadhl (riba yang samara,
diharamkan karena sebab lain) berasal dari kata al-fadhl, yang berarti tambahan
dalam salah satu barang yang dipertukarkan. Riba ini terjadi karena adanya tambahan
pada jual beli benda/barang yang sejenis.
C.
Ayat dan Hadist yang Melarang Riba
1. Firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertaqwalah kamu kepada
Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (Ali Imran : 130)
2. Firman Allah SWT :
“Padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba” (Al-Baqarah : 275)
3. Firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan
sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak
menganiaya dan tidak pula dianiaya (Al-Baqarah : 278-279)”
4. Sabda Nabi SAW
“Dari Jabir : Rasulullah SAW telah
melaknat (mengutuk) orang yang memakan riba, wakilnya, penulisnya dan dua
saksinya” (HR. Muslim)
D.
Bunga Bank
Bunga
bank sendiri dapat diartikan berupa ketetapan nilai mata uang oleh bank yang
memiliki tempo/tenggang waktu, untuk kemudian pihak bank memberikan kepada
pemiliknya atau menarik dari si peminjam sejumlah bunga (tambahan) tetap
sebesar beberapa persen, seperti lima atau sepuluh persen.
Dengan kata
lain bunga bank adalah sebuah system yang diterapkan oleh bank-bank
konvensional (non Islam) sebagai suatu lembaga keuangan yangmana fungsi
utamanya menghimpun dana untuk kemudian disalurkan kepada yang memerlukan dana
(pendanaan), baik perorangan maupun badan usaha, yang berguna untuk investasi
produktif dan lain-lain.
Bunga
bank ini termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran Islam.
Bedanya riba dengan bunga/rente (bank) yakni riba adalah untuk pinjaman yang
bersifat konsumtif, sedangkan bunga/rente (bank) adalah untuk pinjaman yang
bersifat produktif8. Namun demikian, pada hakikatnya baik riba, bunga/rente
atau semacamnya sama saja prakteknya, dan juga memberatkan bagi peminjam.
Maka
dari itu solusinya adalah dengan mendirikan bank Islam. Yaitu sebuah lembaga
keuangan yang dalam menjalankan operasionalnya menurut atau berdasarkan
syari’at dan hukum Islam. Sudah barang tentu bank Islam tidak memakai system
bunga, sebagaimana yang digunakan bank konvensional. Sebab system atau cara seperti
itu dilarang oleh Islam.
Sebagai
pengganti system bunga tersebut, maka bank Islam menggunakan berbagai macam
cara yang tentunya bersih dan terhindar dari hal-hal yang mengandung unsur
riba.
E.
Hukum Bermuamalah dengan Bank
Konvensional dan Hukum Mendirikan Bank Islam
Pada
masa zaman kehidupan modern seperti saat sekarang ini, umat Islam hampir tidak
dapat menghindari diri dari bermuamalah dengan bank konvensional yang memakai
system bunga itu dalam segala aspek kehidupannya, termasuk dalam beragama. Misalkan
ibadah Haji di Indonesia umat Islam harus memakai jasa bank, apalagi dalam hal
kehidupan ekonomi sulit untuk bisa lepas dari jasa bank itu sendiri. Sebab
tanpa jasa bank tersebut, perekonomian Indonesia mungkin tidak akan selancar
dan semaju seperti sekarang. Namun para ulama dan cendikiawan Muslim sendiri
hingga kini masih tetap berbeda pendapat tentang hukum bermuamalah dengan bank
konvensional dan hukum bunga banknya.
Menurut
Mustafa Ahmad al-Zarqa’ (Guru Besar Hukum Islam dan Hukum Perdata Universitas
Syria), bahwa sistem perbankan yang kita terima sekarang ini sebagai realitas
yang tak dapat kita hindari. Karenanya umat islam diperbolehkan (mubah)
bermuamalah dengan bank konvensional itu atas pertimbangan dalam keadaan
darurat dan bersifat sementara. Sebab umat Islam harus berusaha mencari jalan
keluar dengan mendirikan bank tanpa adanya system bunga/riba, demi
menyelamatkan umat Islam dari cengkraman budaya yang tidak Islami.
Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas tentang :
Judul: RIBA DAN BUNGA BANK
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai RIBA DAN BUNGA BANK bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.
Judul: RIBA DAN BUNGA BANK
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai RIBA DAN BUNGA BANK bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.
No comments:
Post a Comment