A.
Latar belakang
Dalam
Hukum Islam, tindak pidana (delik, jarimah) diartikan sebagai
perbuatan-perbuatan yang dilarang Syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman
hudud, qishash-diyat, atau ta’zir. Larangan-larangan Syara’ tersebut adakalanya
berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang
diperintahkan. Kata Syara’ pada pengertian tersebut dimaksudkan bahwa suatu
perbuatan baru dianggap tindak pidana apabila dilarang oleh Syara’.
Hukum
Pidana Islam dalam pengertian fiqh dapat disamakan dengan istilah “jarimah”
yang diartikan sebagai larangan Syara’ yang dijatuhi sanksi oleh pembuat
Syari’at (Allah) dengan hukuman hadd atau ta’zir. Pengertian “Jinayah” atau
“Jarimah” tidak berbeda dengan pengertian tindak pidana (peristiwa pidana);
delik dalam hukum positif (pidana).
Di
antara pembagian jarimah yang paling penting adalah pembagian yang ditinjau
dari segi hukumannya. Jarimah ditinjau dari segi hukumannya terbagi kepada tiga
bagian, yaitu jarimah hudud, jarimah qishash dan diyat, serta jarimah ta’zir.
B.
Pengertian Jinayah dan Jarimah
Dalam
banyak kesempatan fuqaha seringkali menggunakan kata jinayah dengan maksud jarimah.
Kata jinayah merupakan bentuk verbal noun (masdar) dari kata jana. Secara
etimologi jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan
perbuatan dosa atau perbuatan salah.
Kata jana juga berarti “memetik buah dari pohonnya“. Orang yang berbuat
jahat disebut jani dan orang yang dikenai perbuatan disebut mujna ‘alaih. Kata
jinayah dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak pidana.
Secara terminologi kata jinayah mempunyai pengertian, seperti yang diungkapkan
Imam al-Mawardi :
"Jarimah
adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Syara’ yang diancam oleh Allah
dengan hukuman hadd atau ta’zir."
Dalam
istilah lain jarimah disebut juga dengan jinayah. Menurut Abdul Qadir Audah
pengertian jinayah adalah sebagai berikut :
"Jinayah
adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh Syara’, baik perbuatan
tersebut mengenai jiwa, harta, dan lainnya."
C.
Unsur Jarimah
Abdul
Qadir Audah mengemukakan bahwa unsur-unsur umum untuk jarimah itu ada tiga
macam :
- Unsur formal, yaitu adanya nash (ketentuan) yang melarang perbuatan dan mengancamnya dengan hukuman.
- Unsur material, yaitu adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan nyata (positif) maupun sikap tidak berbuat (negatif).
- Unsur moral, yaitu bahwa pelaku adalah orang mukallaf yakni orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukannya.
Ketiga
unsur tersebut harus terpenuhi ketika menentukan suatu perbuatan untuk
digolongkan kepada jarimah. Di samping unsur-unsur umum tersebut, dalam setiap
perbuatan jarimah juga terdapat unsur-unsur yang dipenuhi yang kemudian
dinamakan dengan unsur khusus jarimah, misalnya suatu perbuatan dikatakan
pencurian jika barang tersebut itu minimal bernilai 1/4 (seperempat) dinar,
dilakukan diam-diam dan benda tersebut disimpan dalam tempat yang pantas. Jika
tidak memenuhi ketentuan tersebut, seperti barang tak berada dalam tempat yang
tidak pantas. Nilainya kurang dari 1/4 (seperempat) dinar atau dilakukan secara
terang-terangan. Meskipun memenuhi unsur-unsur umum bukanlah dinamakan
pencurian yang dikenakan hukuman potong tangan seperti dalam ketentuan nash
Al-Qur'an. Pelakunya hanya terkena hukuman ta'zir yang ditetapkan oleh
penguasa.
D.
Pengklasifikasian Unsur-Unsur
Tindak Pidana Islam
1. Unsur Formal Jarimah
Suatu
perbuatan baru dianggap sebagai jarimah (tindak pidana) apabila sebelumnya
sudah ada nash (ketentuan) yang melarang perbuatan tersebut dan mengancamnya
dengan hukuman. Unsur ini disebut unsur formal jarimah. Dalam membicarakan
unsur formal ini, terdapat lima masalah pokok sebagai berikut :
a.
Asas legalitas dalam hukum pidana Islam
Sebelum ada nash (ketentuan),
tidak ada hukuman bagi perbuatan orang-orang yang berakal sehat.
b.
Sumber-sumber aturan-aturan pidana Islam
Jumhur ulama telah sepakat bahwa
sumber hukum Islam pada umumnya ada empat, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’,
dan qiyas.
c.
Masa berlakunya aturan-aturan pidana Islam
Menurut hukum pidana Islam
ketentuan tentang masa berlakunya peraturan hukum Islam berlaku sejak
ditetapkannya dan tidak berlaku terhadap peristiwa yang terjadi sebelum
peraturan itu dikeluarkan.
d.
Lingkungan berlakunya aturan-aturan pidana Islam
Dalam hubungan dengan lingkungan
berlakunya peraturan pidana Islam, secara teoritis para fuqaha membagi dunia
ini kepada dua bagian, yaitu Negeri Islam dan Negeri Bukan Islam.
e.
Asas pelaku atau terhadap siapa berlakunya aturan-aturan pidana
Islam
Hukum pidana syariat Islam
khususnya dalam pelaksanaannya tidak membeda-bedakan tingkatan manusia. Tidak
ada perbedaan antara orang kaya dan miskin, dan sebagainya.
2. Unsur Materiil Jarimah
Unsur
materiil adalah perbuatan atau ucapan yang menimbulkan kerugian kepada individu
atau masyarakat.
a.
Percobaan melakukan jarimah
Untuk mengetahui sampai dimana
suatu perbuatan percobaan dapat dihukum maka terdapat tiga fase pelaksanaan
jarimah, yaitu fase pemikiran dan perencanaan, fase persiapan, dan fase
pelaksanaan.
b.
Turut serta melakukan jarimah
Turut
serta melakukan jarimah itu ada dua macam yaitu turut serta secara langsung dan
secara tidak langsung. Turut serta secara langsung terjadi apabila orang yang
melakukan jarimah dengan nyata lebih dari satu orang. Turut berbuat tidak
langsung adalah setiap orang yang mengadakan perjanjian dengan orang lain untuk
melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum, menyuruh (menghasut) orang lain
atau memberikan bantuan dalam perbuatan tersebut disertai dengan kesengajaan.
3.
Unsur Pertanggungjawaban (Moral) Jarimah
a.
Pertanggungjawaban pidana
Pengertian
pertanggungjawaban pidana dalam syariat Islam adalah pembebanan seseorang
dengan akibat perbuatan atau adanya perbuatan yang dikerjakannya dengan kemauan
sendiri, dimana orang tersebut mengetahui maksud dan akibat dari perbuatannya
itu.
b.
Hapusnya pertanggungjawaban pidana
Abdul
Qadir Audah mengemukakan bahwa sebab dibolehkannya perbuatan yang dilarang itu
ada enam macam, yaitu pembelaan yang sah, pendidikan dan pengajaran,
pengobatan, permainan olahraga, hapusnya jaminan keselamatan, menggunakan
wewenang dan melaksanakan kewajiban bagi pihak yang berwajib. Sedangkan
sebab-sebab hapusnya hukuman itu ada empat macam, yaitu paksaan, mabuk, gila,
dan di bawah umur.
Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Syara’
yang diancam oleh Allah dengan hukuman hadd atau ta’zir. Dalam istilah lain
jarimah disebut juga dengan jinayah. Menurut Abdul Qadir Audah pengertian Jinayah
adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh Syara’, baik perbuatan
tersebut mengenai jiwa, harta, dan lainnya.
Unsur-unsur umum untuk jarimah itu ada tiga macam :
a. Unsur formal, yaitu adanya nash (ketentuan) yang melarang
perbuatan dan mengancamnya dengan hukuman.
b.
Unsur material, yaitu adanya tingkah laku yang membentuk jarimah,
baik berupa perbuatan nyata (positif) maupun sikap tidak berbuat (negatif).
c. Unsur moral, yaitu bahwa pelaku adalah orang mukallaf yakni orang
yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukannya
Jazuli,ahmad .fiqh jinayah,PT Raja Grafindo persada.
Jakarta. Cetakan I.1999.
Audah, Abdul Qadir. At Tasyri’ Al Jina’iy Al Islamiy. Dar
Al Kitab Al Araby, Beirut. Juz 1.
Kallaf, Abdul wahab. Ilmu Ushul Al-Fiqh. Ad Dar Al
Kuwaitiyah. Cetakan VIII. 1968.
Muslich, Ahmad Wardi. Pengantar dan Asas Hukum Islam.
Jakarta: Sinar Grafika. 2004
Abdullah, Musthafa. dkk. Intisari Hukum Pidana. Jakarta:
Ghalia Indonesia. 1983.
Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas tentang :
Judul: PENGERTIAN JINAYAH, JARIMAH DAN UNSUR-UNSURNYA
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai PENGERTIAN JINAYAH, JARIMAH DAN UNSUR-UNSURNYA bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.
Judul: PENGERTIAN JINAYAH, JARIMAH DAN UNSUR-UNSURNYA
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai PENGERTIAN JINAYAH, JARIMAH DAN UNSUR-UNSURNYA bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.
No comments:
Post a Comment