PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia dilahirkan di dunia ini dalam keadaan
fitrah, sehingga pengaruh lingkungan akan turut mempengaruhi perkembangan
seseorang. Baik ataupun buruknya lingkungan akan menjadi referensi bagi
perkembangan masyarakat sekitarnya. WH. Clarck mengemukakan bahwa bayi yang
baru lahir merupakan makhluk yang tidak berdaya, namun ia dibekali oleh
berbagai kemampuan yang bersifat bawaan. Disini mengandung pengertian bahwa
sifat bawaan seseorang tersebut memerlukan sarana untuk mengembangkannya.
Pendidikan merupakan sarana yang tepat dalam mencapai hal tersebut. Baik
pendidikan keluarga, formal ataupun non formal sekalipun. Terlebih sebagai umat
islam maka pendidikan islam tentu menjadi sebuah jalan yang harus ditempuh oleh
semua umat.
B.
Rumusan Maslah.
1. Bagaimanakah
penjelasan tentang pendidikan keluarga?
2. Bagaimanakah
penjelasan tentang pendidikan kelembagaan?
3. Bagaimanakah
penjelasan tentang pendidikan dimasyarakat?
4. Bagaimanakah
penjelasan tentang agama dan masalah sosial?
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan Keluarga
Keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan
pendidikan yang pertama dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Orang tua adalah
pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi ank-anaknya karena secara
kodrat ibu dan ayah diberikan anugrah oleh tuhan pencipta berupa naluri orang
tua. Karena naluri ini, timbul kasih sayangpara orang tua terhadap anak mereka,
sehingga secara moral keduanya merasa terbeban tanggung jawab untuk memelihara,
mengawasi, melindungi, serta membimbing keturunan mereka.
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi
pembentukan jiwa keagamaan. Perkembangan agama menurut W.H.Clark, berjalin
dengan unsur-unsur kejiwaan sehingga sulit di identifikasisecara jelas, karena
masalah menyangkut kejiwaan, manusia begitu rumit dan kompleksnya. Namun
demikian, melalui fungsi-fungsi jiwa yang masih sederhana tersebut, Agama
terjalin dan terlibat didalamnya. Melalui jalinan unsur-unsur dan tenaga
kejiwaan ini pulalah agama itu berkembang. Dalam kaitan pula itulah terlihat
peran pendidikan keluarga, dalam menanamkan jiwa keagamaan pada anak, Maka. Tak
mengherankan jika rosul menekan kan tanggung jawab itu pada kedua orang tua.
B.
Pendidikan Kelembagaan
Di masyarakat primitif lembaga
pendidikan secara khusus tidak ada. Anak-anak umumnya dididik dilingkungan
keluarga dan masyarakat lingkungan nya. Pendidik secara kelembagaan memang
belom diperlukan, karena fariasi profesi dalam kehidupan belom ada. Jika anak
dilahirkan dilingkungan keluarga tani, Maka dapat dipastikan ia akan menjadi
petani seperti orang tua dan masyarakat lingkungan nya. Demikian pula anak
seorang nelayan, Ataupun anak seorang pemburu.
Sebaliknya, dimasyarakat yang telah memiliki
peradaban modern, tradisi seperti itu tak mungkin dipertahankan. Untuk
menyeleraskan diri dengan perkembangan kehidupan masyarakatnya, Seseorang
memerlukan pendidikan. Sejalan dengan kepentingan itu, Maka dibentuk lembaga
khusus yang menylenggarakn tugas-tugas kependidikan dimaksud. Dengan demikian,
Secara kelembagaan maka sekolah-sekolah pada hakikatnya adalah merupakan
lembaga pendidikan yang artifisialis (sengaja dibuat).
Selain itu, sejalan dengan fungsi dan peranannya,
maka sekolah sebagai kelembagaan pendidikan adalah pelanjut dari pendidikan
keluarga. Karena keterbatasan orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, maka
mereka diserahakn kesekolah-sekolah. Sejalan dengan kepentingan dan massa depan
anak-anak, terkadang para orang tua sangat efektif dalam menentukan tempat
untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Mungkin saja para orang tua yang berasal
dari keluarga taat beragam akan memasukkan anak-anaknya kesekolah agama.
Sebalik nya, para oarang tua lain lebih mengarahkan anak mereka kesekolah umum.
Ataau sebaliknya orang tua yang mengendalikan anaknya sulit bisa juga para
orang tua memasukkan anaknya kesekolah Agama dengan tujuan pembentukan
kepribadian yang lebih baik.
Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan
jiwa keagamaan pada anak, antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama di
lingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak
menerima pendidikan agama dalam keluarga. Dalam konteks ini guru agama harus
mampu mengubah sikap anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang diberikannya.
C.
Pendidikan di Masyarakat
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang
ketiga. Para pendidik umumnya sependapat bahwa lapangan pendidikan yang ikut
mempengaruhi pendidikan anak didik adalah keluarga, kelembagaan pendidiklan dan
lingkungan masyarakat. Kerasian antara ketiga lapangan pendidikan ini akan
memberi dampak yang positif bagi perkembangan anak, termasuk dalam pembentukan
jiwa keagamaan mereka.
Seperti diketahui bahwa dalam keadaan yang ideal,
pertumbuhan seseorang menjadi sosok yang memiliki kepribadian terintegrasi
dalam berbagai aspek mencakup fisik, psikis, moral dan spritual. Maka menurut
Wetherington, untuk mencapai tujuan itu perlu pola asuh yang serasi, menurutnya
adaenam aspek dalam mengasuh pertumbuhan itu, yaitu:
1. Fakta-fakta
asuhan;
2. Alat-alatnya;
3. Regularitas;
4. Perlindungan;
dan
5. Unsur
waktu
Wetherington memberi contoh mengenai fakta
asuhan yang diberikan kepada anak kembar yang diasuh di lingkungan yang
berbeda. Hasilnya ternyata menunjukkan bahwa ada perbedaan antara keduanya
sebagai hasil pengaruh lingkungan. Selanjutnya ia mengutip hasil penelitian
Newman tentang adanya perbedaan dalam lingkungan sosial dan pendidikan
menghasilkan perbedaan-perbedaan yang tidak dapat disangkal. Dengan demikian
menurutnya, kehidupan rumah (keluarga) yang baik dapat menimbulkan
perubahan-perubahan yang penting dalam perubahan psikis (kejiwaan) dan dalam
suasana yang lebih kaya pada suatu sekolah perubahan-perubahan semacam itu akan
lebih banyak lagi.
Selanjutnya karena asuhan terhadap perumbuhan anak
harus berlangsung secara teratur dan terus-menerus. Oleh karena itu, lingkungan
masyarakat akan memberikan dampak dalam pembentukan pertumbuhan itu. Jika
pertumbuhan fisik akan mberhenti saat anak mencapai usia dewasa, namun
pertumbuhan psikis akan berlangsung seumur hidup. Hal ini menunjukkan bahwa
masa asuhan di kelembagaan pendidikan (sekolah) hanya berlangsung selama waktu tertentu.
Sebaliknya asuhan oleh masyarakat akan berjalan seumur hidup. Dalam kaitan ini
ada pula terlihat besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan psikis.
Jiwa keagamaan yang memuat norma-norma kesopanan tidak akan dapat dikuasai
hanya dengan mengenal saja. Menurut Emerson, norma-norma kesopanan menghendaki
adanya norma-norma kesopanan pula pada orang lain.
Di sini terlihat hubungan antara lingkungan dan sikap
masyarakat terhadap nilai-nilai agama. Di lingkungan masyarakat sendiri
barangkali akan lebih memberi pengaruh bagi pendidikan jiwa keagamaan
dibandingkan dengan masyarakat lain yang memiliki ikatan yang longgar terhadap
norma-norma keagamaan. Dengan demikian, fungsi dan peran masyarakat dalam
pembenukan.
D.
Agama dan masalah sosial
Tumbuh dan kesadaran agama (religions cons
ciausness) dan pengalaman Agama (religions experince), ternyata melalui proses
yang gradul, tidak sekaligus. Pengaruh luar sangat berperan dalam menumbuh
kembangkan nya, khususnya pendidikan. Adapun pendidikan yang berpengaruh, yakni
pendidikan dalam keluarga. Apabila dalam lingkungan keluarga anak-anak tidak
diberikan pendidikan agama, biasanya sulit memperoleh kesadaran dan pengalaman
agama yang memadai.
Pepatah mengatakan :”Bila anak tidak dididik oleh
orang tuanya, maka ia akan dididik oleh siang dan malam.” Maksudnya pengaruh
lingkungannya akan mengisi dan memberi bentuk dalam jiwa anak itu. Dalam
kehidupan dikota-kota besar, Anak-anak kehilangan dari hubungan dengan orang
tua cukup banyak, mungkin dikarenakan faktor ekonomi, hingga harus ikut mencari
nafkah seharian ataupun karena mereka yatim piatu. Anak-anak ini sering disebut
anak jalanan.
Dalam kesehariannya, anak-anak ini umumnya tergabung
dalam kelompok pengamen, pemulung, pengemis, dan sebagainya. Mengamati linkungan
pergaulannya sehari-hari serta kegiatan yang mereka lakukan, maka kasus anak
jalalan selain dapat menimbulkan kerawanan sosial,juga kerawanan dalam
nilai-nilai keagamaan. Selain latar belakang sosial ekonomi, mereka ini tidak
memiliki kesempatan untuk memperoleh bimbingan keagamaan. Bahkan, dikota-kota
besar, mereka ini seakan sudah terbentuk menjadi golongan tersendiri dalm
masyarakat, Yakni masyarakat rentan.
Sebagai masyarakat rentan, golongan ini seakan
berada diluar lingkaran budaya dan tradisi masyrakat umum. Boleh dikatakan
mereka mempunyai “budaya” sendiri yang terbentuk diluar kaidah-kaidah dan nilai
yang berlaku atau pola fikir,kehidupan yang cenderung permisif (serba boleh).
Bila konflik agama dapat ditimbulkan oleh tindakan
radikal, karena sikap fanatisme agama, maka dalam kasus anak jalanan ini,
mungkin sebaliknya. Konflik dapat terjadi karena kosongnya nilai-nilai agama.
Dalam kondisi kehidupan yang seperti ini, tindakan emosional dapat terjadi
sewaktu-waktu. Hal ini dikarenakan tidak adanya nilai-nilai yang dapat mengikat
dan mengatur sikap dan perilaku yang negatif.dengan demikian, mereka akan mudah
terprofokasi oleh sebagi isi yang berkembang.
Dalam kontes ini sebenarnya institusi pendidikan
agama dapat berperan. Demikian organisasi keagamaan. Membiarkan anak jalanan
ataupun menyerahkan semua kepada pemerintah, bagai manapun bukan sifat yang
arif. Kasus anak jalanan nampaknya memang memerlukan penanganan yang serius.
Selain menjadi masalah sosial, kasus ini juga menjadi bagian dari masalah keagamaan.
Sebagai aplikasi dari kesadaran agama.
E.
Pengaruh Pendidikan Terhadap
Psikologi Agama
Psikologi agama yang memepelajari rasa agama dan
perkembangannya mempunyai peranan yang saling korelatif dalam pendidikan agama
islam. Pendidikan islam sebagai sebuah upaya penyadaran terhadap umat islam
akan lebih mudah diterima oleh masyarakat. Pertumbuhan rasa agama akan semakin
meningkat dan juga bisa dihubungkan dengan kondisi di sekitarnya, baik sosial, ekonomi,
politik hukum dan sebagainya. Peran psikologi agama dalam pendidikan islam
lebih memudahkan pemahaman masyarakat dalam menelaah agama secara komprehensif.
Agama tidak dipandang hanya sebagai kebutuhan orang-orang tertentu, tapi agama
memang menjadi kebutuhan setiap pribadi seseorang yang menjadikan perkembangan
pribadi secara psikisnya. Proses penyadaran dan perubahan untuk meningkatkan
nilai jiwa keagamaan pun akan mudah di kembangkan.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan.
Perkembangan agama menurut W.H.Clark, berjalin dengan unsur-unsur kejiwaan
sehingga sulit di identifikasi secara jelas, karena masalah menyangkut
kejiwaan, manusia begitu rumit dan kompleksnya.
Di sini terlihat hubungan antara lingkungan dan sikap
masyarakat terhadap nilai-nilai agama. Di lingkungan masyarakat sendiri
barangkali akan lebih memberi pengaruh bagi pendidikan jiwa keagamaan
dibandingkan dengan masyarakat lain yang memiliki ikatan yang longgar terhadap
norma-norma keagamaan. Dengan demikian, fungsi dan peran masyarakat dalam
pembentukan.
DAFTAR PUTAKA
Ali Ashraf, Horison. 1993. Baru Pendidikan
Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus
Prof.Dr.H Jalaludin.Psikologi Agama (edisi
revisi 2004). rajawali Pers: Jakarta.
Jalaludin. 2005. Psikologi Agama.
Jakarta: PT Rajawali Grafindo
Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas tentang :
Judul: PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.
Judul: PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.
No comments:
Post a Comment