A.
Latar Belakang Masalah
Di dalam
membahas jarimah kita akan menemukan yang namanya unsur materiil jarimah yaitu
perbuatan atau ucapan yang menimbulkan kerugian kepada individu atau
masyarakat. Dalam unsur jarimah zina unsur materiilnya adalah adalah hal yang
merusak keturunan, sedangkan dalam jarimah pembunuhan unsur materiilnya adalah
hal atau perbuatan yang menghilangkan nyawa seseorang. Unsur materiil ini akan
mencakup tiga masalah pokok yaitu
tentang jarimah yang telah selesai, jarimah yang belum selesai atau percobaan
dan turut serta dalam melakukan jarimah.
Di
samping itu perbuatan-perbuatan tersebut adakalanya telah selesai di lakukan
dan adakalnya tidak selesai karena ada sebab-sebab tertentu dari luar. Dalam
hukum positif jarimah yang tidak selesai ini disebut perbuatan percobaan. Disamping itu perbuatan tersebut adakalanya dilakukan oleh
seorang saja maupun beberapa orang bersama-sama dengan orang lain yang di sebut
dengan turut serta melakukan jarimah.
PEMBAHASAN
A.
Percobaan Melakukan Jarimah
Dalam
Pasal 45 kitab undang-undang Hukum Pidana Mesir, dijelaskan tentang pengertian
percobaan sebagai berikut:
Percobaan
adalah mulai melaksanakan suatau perbuatan dengan makasud melakukan (jinayah
atau jinhah), tetapai perbuatan tersebut teidak selesai atau berhenti karena
ada sebab yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehendak pelaku.
Percobaan
melakukan jarimiah, apapun jarimiahnya, tidak bisa dikenai hukuman qishash atau
hudud melainkan ta’kzir.
Kaidah
ini mengandung arti bahwa percobaan melakukan jarimah hudud atau qisas tidak
dapat dikategorikan telah melakukan jarimah tersebut secara sempurna sehingga
tidak bisa dikenai had atau qishash, melainkan takzir. Hukuman itu pun
diberikan jika diantara rangkaian percobaan tersebut telah dapat dikategorikan
perbuatan maksiat.
1. Percobaan Menurut Para Fuqoha
Istilah
percobaan dikalangan tidak kita dapati. Akan tetapi, apabila definisi tersebut kita
perhatikan maka apa yang dimaksud dengan istilah tersebut juga terdapat pada
mereka, karena dikalangan mereka juga dibicarakan tentang pemisahan antara
jarimahyang sudah selesai dan juga jarimah yang tidak selesai. Tidak adanya
perhatian para fuqaha secara khusus terhadap jarimah percobaan oleh kedua hal.
1) Percobaan melakukan jarimah tidak dikenakan hukuman had atau
qisas. Melainkan dengan hukuman tak’zir bagaimanapun macamnya jarimah-jarimah itu.
Para fuqaha lebih banyak memperhatikan jarimah-jarimah hudud dan qishash, karna unsur dan syarat-syaratnya
sudah tetap tanpa mengalami perubahan. Takzir juga dapat mengalami perubahan
sesuai dengan perubahan masyarakat. Oleh karena itu, para fuqaha tidak
mencurahkan perhatian dan pembicaraan secara khusus dan tersendiri karena
percobaan melakukan jarimah sudah termasuk jarimah ta’zir.
2) Dengan adanya aturan-aturan yang sudah mencakup dari syara’tantang
hukuman untuk jarimah ta’zir maka aturan-aturan yang khusus utuk percobaan
tidak perlu diadakan, sebab hukuman ta’zir dijatuhkan atas perbuatan maksiat
yang tidak dikenakan hukuman had atau khifarat. Percobaan yang pengertian
sebagai mana dikemukakan di atas adalah mulai melakukan suatu perbuatan yang
dilarang tetapi tidak selesai, termaksuk pada maksiat yang hukumannya adalah
tak’zir. Dengan demikian, percobaan sudah taermasuk kedalam kelompok ta’zir,
sehingga para fuqaha tidak membahas secara khusus.
2. Fase-fase Pelaksanaan Jarimah
‘Abd al-Qadir ‘Awdah menjelaskan
bahwa paling tidak ada tiga fase dalam proses melakukan perbuatan jarimah.
a.
Fase pemikiran atau perencanaan (marhalat al-tafkir)
Pemikiran dan merencanakan suatu
jarimah tidak dianggap sebagai maksiat yang dijatuhi hukuman, karena menurut
ketentuan yang berlaku dalam syariat islam, seseorang tidak dapat dituntut atau
dipersalahkan karena lintasan hatinya atau niat yang tarkandunga dalam hatinya.
Halini didasarkan Hadis Nabi saw.
b.
Fase persiapan (marhalat al-tahdhir)
Pada fase ini, posisi percoba’an
ditentukan oleh sifat dari perbuatannya. Perbuatan percobaan dapat
dikategorikan percobaan jarimah jika perbuatan tersebut termasuk perbuatan
maksiat. Suatu perbuatan dapat dikategorikan perbuatan maksiat jika perbuatan
tersebut telah melanggar hak-hak Allah (jarimah) dan hak-hak manusia. Pada fase
ini terdapat dua kemungkinan. Pertama, kegiatan persiapan belum dikategorikan
perbuatan jarimah jika kegiatan persiapan tersebut bukan maksiat. Kedua,
kegiatan persiapan dikategorikan perbuatan jarimah jika kegiatan persiapan
tersebut termasuk perbuatan maksiat.
Akan tetapi menurut mazhab Hambali
dan Maliki, perbuatan persiapan dianggap sebagai perantara kepada perbuatan
yang haram dan hukumnya adalah haram, sehingga dengan demikian pelakunya
dikenakan hukuman. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah:
”ibn Al Qayyin menegaskan bahwa perantara kepada yang haram adalah haram dan
perbuatan persiapan jelas merupakan perantara kepada yang haram, sehingga
hukumnya haram dan pelakunya dikenakan hukuman tetapi bukan dengan hukuman
pokoknya”.
c.
Fase pelaksanaan (marhalat al-tahfidz)
Pada fase inilah perbuatan si
pembuat dianggap sebagai jarimah. Untuk dihukum, tidak menjadi persoalan,
apakah perbuatan tersebut merupakan permulaan pelaksanaan unsur materiil
jarimah atau tidak, melainkan cukup dihukum apabila perbuatan itu berupa
ma'siat, yaitu yang berupa pelanggaran atas hak masyarakat dan hak
perseorangan, dan dimaksudkan pula untuk melaksanakan unsur materiil, meskipun
antara perbuatan tersebut dengan unsur materiil masih terdapat beberapa langkah
lain.
B.
Sebab Tidak Selesaianya Perbuatan
Suatu
perbuatan jarimah tidak selesai dilakukan oleh pembuat disebabkan karena salah
satu dari dua hal sebagai berikut.
a. Adakalanya terpaksa, misalnya
tertangkap.
b. Adakalanya karena kehendak
sendiri. Berdasarkan kehendak sendiri ini ada dua macam:
1)
Bukan karena taubat, dan
2)
Karena taubat
Kalau tidak selesainya jarimah
karena terpaksa maka pelaku tetap harus dikenakan hukuman, selama perbuatan itu
sudah bisa dikategorikan ma’siat. Demikian pula kalau pelaku tidak
menyelesaikan jarimahnya karena kehendak sendiri tetapi bukan karena taubat.
Akan tetapi,apabila tidak selesainya itu karena taubat dan kesadaranya maka
jarimahnya itu adakalanya jarimah hirabah dan adakalanya bukan jarimah hirabah.
Apabila jarimah itu jarimah hirabah maka pelaku dibebaskan dari hukuman. Hal
ini berdasarkan firman Allah surat Al-Maidah 34:
kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu
dapat menguasai (menangkap) mereka; Maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang(surat Al-Maidah 34).
C.
Hukuman untuk Jarimah Percobaan
Menurut
ketentuan pokok dalam syariat Islam yang berkaitan dengan jarimah hudud dan
qisash, hukuman-hukuman yang telah ditetapkan untuk jarimah yang telah selesai,
tidak boleh diberlakukan untuk jarimah yang belum selesai (percobaan).
Ketentuan ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dari
Nu’mam ibnu Basyir bahwa rosullulah saw, bersabda:
Barang siapa yang mencapai (melaksanakan) hukuman had bukan dalam
jarimah hudud maka ia termasuk orang yang melampaui batas.
Percobaan melakukan zina tidak
boleh dihukum dengan had zina, yaitu jilid seratus kali atau rajam. Demikian
pula percobaan pencurian tidak boleh dihukum dengan had pencurian, yaitu potong
tangan. Dengan demikian, hukuman untuk jarimah percobaan adalah hukuman ta’zir
itu sendiri.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Percobaan adalah mulai melaksanakan suatau perbuatan dengan
makasud melakukan (jinayah atau jinhah), tetapai perbuatan tersebut teidak
selesai atau berhenti karena ada sebab yang tidak ada sangkut pautnya dengan
kehendak pelaku.
Percobaan
melakukan jarimiah, apapun jarimiahnya, tidak bisa dikenai hukuman qishash atau
hudud melainkan ta’kzir.
‘Abd
al-Qadir ‘Awdah menjelaskan bahwa paling tidak ada tiga fase dalam proses
melakukan perbuatan jarimah.
1. Fase pemikiran atau perencanaan
(marhalat al-tafkir)
2. Fase persiapan (marhalat
al-tahdhir)
3. Fase pelaksanaan (marhalat
al-tahfidz)
Suatu
perbuatan jarimah tidak selesai dilakukan oleh pembuat disebabkan karena terpaksa
atau kehendak sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
A.hanafi,
M.A,..Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Bulan
Bintang, jakarta 1967.
Abdul
Qadir Audah, At Tasyiri’ Al-jina’iy
Al-Islam.Juz 1, Dar Al-kitab Al-Araby, bairut,.t.t,
Dr.Jain
Mubarok M.Ag, Enceng Arif Faizal, S.Ag. Kaidah
Fiqih Jinayah. Anggota IKPI. Jakarta. 2004.
Drs.H.A
Wardi Muslich. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Sinar Grafika. 2004.
http://jamilncera.blogspot.com/2010/03/percobaan-melakukan-jarimah.html
Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas tentang :
Judul: PERCOBAAN MELAKUKAN JARIMAH
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai PERCOBAAN MELAKUKAN JARIMAH bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.
Judul: PERCOBAAN MELAKUKAN JARIMAH
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai PERCOBAAN MELAKUKAN JARIMAH bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.
No comments:
Post a Comment