A.
Ibnu Maskaweh
1.
Biografi dan Karya Ibnu Maskaweh
Nama
lengkap Ibnu Maskaweh adalah Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Yaqub ibn Maskawaih.
Ia lahir di kota Ray (Iran) pada 320 H (932) M) dan wafat di Asfahan 9 Safar
421 H (16 Februari 1030 M). Ia belajar sejarah dan filsafat, serta pernah
menjadi khazin (pustakawan) Ibn al-‘Abid dimana dia dapat menuntut ilmu dan
memperoleh banyak hal positif berkat pergaulannya dengan kaum elit. Setelah itu
Ibnu Maskaweh meninggalkan Ray menuju Bagdad dan mengabdi kepada istana
Pangeran Buwaihi sebagai bendaharawan dan beberapa jabatan lain. Akhir hidupnya
banyak dicurahkannya untuk studi dan menulis.
Ibnu Maskaweh
lebih dikenal sebagai filsuf akhlak (etika) walaupun perhatiannya luas meliputi
ilmu-ilmu yang lain seperti kedokteran, bahasa, sastra, dan sejarah. Bahkan
dalam literatur filsafat Islam, tampaknya hanya Ibnu Maskaweh inilah
satu-satunya tokoh filsafat akhlak.
Ibnu Maskaweh meninggalkan banyak karya
penting, misalnya tahdzibul akhlaq (kesempurnaan akhlak), tartib as-sa’adah
(tentang akhlak dan politik), al-siyar (tentang tingkah laku kehidupan), dan
jawidan khirad (koleksi ungkapan bijak).
2.
Pemikiran dan Analisis
Ibnu Maskaweh
menggunakan metode eklektik dalam menyusun filsafatnya, yaitu dengan memadukan
berbagai pemikiran-pemikiran sebelumnya dari Plato, Aristoteles, Plotinus, dan
doktrin Islam. Namun karena inilah mungkin yang membuat filsafatnya kurang
orisinal. Dalam bidang-bidang berikut ini tampak bahwa Ibnu Maskaweh hanya
mengambil dari pemikiran-pemikiran yang sudah dikembangkan sebelumnya oleh
filsuf lain.
a.
Metafisika
Menurut
Ibnu Maskaweh Tuhan adalah zat yang tidak berjisim, azali, dan pencipta. Tuhan
esa dalam segala aspek, tidak terbagi-bagi dan tidak ada sesuatu pun yang
setara dengan-Nya. Tuhan ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak tergantung pada
yang lain sedangkan yang lain membutuhkannya. Tuhan dapat dikenal dengan
proposisi negatif karena memakai proposisi positif berarti menyamakan-Nya
dengan alam.
Tentang
penciptaan yang banyak (alam) oleh yang satu (Tuhan), Ibnu Maskaweh menganut
paham emanasi Neo-Platonisme sebagaimana halnya Al-Farabi. Tetapi dalam
perumusannya terdapat perbedaan dengan Al-Farabi, yaitu bahwa menurut Ibnu Maskaweh,
entitas pertama yang memancar dari Tuhan adalah ‘aql fa’al (akal aktif). Dalam
teori Al-Farabi akal aktif ini menempati tahap pemancaran ke sepuluh (akal 10).
Akal aktif ini bersifat kekal, sempurna, dan tidak berubah. Dari akal ini
timbul jiwa dan dengan perantaraan jiwa timbul planet (al-falak). Pancaran yang
terus-menerus dari Tuhan dapat memelihara tatanan di alam ini, menghasilkan
materi-materi baru. Sekiranya pancaran Tuhan yang dimaksud berhenti, maka
berakhirlah kehidupan dunia ini.
Diambilnya
teori emanasi ini dimaksudkan untuk mensucikan ke-esaan Tuhan dari sifat
banyak. Ibnu Maskaweh mengatakan, bilamana satu penyebab melahirkan sejumlah
efek yang berlainan, maka kemajemukannya kiranya tergantung pada alasan-alasan
di bawah ini:
a. Penyebab bisa mempunyai bermacam-macam kekuatan.
b. Penyebab bisa menggunakan berbagai sarana untuk menghasilkan
keanekaragaman efek.
c. Penyebab bisa menghasilkan keanekaragaman materi.
Tak satu
pun pernyataan di atas berlaku untuk penyebab utama, yaitu Tuhan. Tuhan tidak
mungkin dalam zatnya mempunyai bermacam-macam kekuatan yang berlainan. Jika
Tuhan menggunakan berbagai sarana, seperti manusia menciptakan kursi dengan
berbagai sarana seperti kayu, paku, gergaji, dan sebagainya, maka siapakah yang
menciptakan sarana-sarana itu? Jika sarana-sarana itu diciptakan oleh penyebab
yang selain Tuhan, berarti ada pluralitas penyebab utama. Pernyataan ketiga pun
tidak mungkin bagi Tuhan, karena yang banyak tidak dapat mengalir dari tindak
satu agen penyebab. Karena itu pastilah bahwa penyebab utama hanya menciptakan
satu entitas yang darinya kemudian tercipta entitas-entitas yang lain. Entitas
itulah yang disebut akal aktif.
Ibnu Maskaweh
juga mengemukakan teori evolusi makhluk hidup yang secara mendasar sama dengan
Ikhwan al-Shafa’. Teori itu terdiri atas empat tahapan:
1. Evolusi mineral; yaitu bentuk kehidupan yang dihuni
makhluk-makhluk rendah. Misal batu, air, tanah.
2. Evolusi tumbuhan; yang mula-mula muncul adalah rerumputan spontan,
kemudian tanaman, lalu pepohonan tingkat tinggi.
Di antara tumbuhan dan hewan
terdapat satu bentuk kehidupan tertentu. yang tidak dapat digolongkan tumbuhan
maupun hewan, namun memiliki ciri-ciri tumbuhan dan hewan, yaitu koral, dan
euglena.
3. Evolusi hewan; dicirikan antara lain oleh adanya daya gerak dan
indera peraba dan pada hewan yang lebih tinggi mulai adanya inteligensi. Hewan
paling tinggi adalah kera.
4. Evolusi manusia; ditandai oleh adanya inteligensi dan daya
pemahaman.
b.
Kenabian
Ibnu Maskaweh
berpendapat bahwa Nabi tidaklah berbeda dengan filsuf dalam hal bahwa
kedua-duanya memperoleh kebenaran yang sama. Hanya cara memperolehnya yang
berbeda; Nabi memperoleh kebenaran melalui wahyu, jadi dari atas (akal aktif)
ke bawah; filsuf memperoleh kebenaran dari bawah ke atas, yaitu dari daya
inderawi lalu daya khayal lalu daya pikir sehingga dapat berhubungan dan
menangkap hakikat-hakikat kebenaran dari akal aktif. Sumber kebenarannya
sama-sama akal aktif.
c.
Jiwa
Jiwa
menurut Ibnu Maskaweh adalah substansi ruhani yang kekal, tidak hancur dengan
kematian jasad. Kebahagiaan dan kesengsaraan di akhirat nanti hanya dialami
oleh jiwa. Jiwa bersifat immateri karena itu berbeda dengan jasad yang bersifat
materi. Mengenai perbedaan jiwa dengan jasad Ibnu Maskaweh mengemukakan
argumen-argumen sebagai berikut:
a.
Indera, setelah mempersepsi suatu rangsangan yang kuat selama
beberapa waktu, tidak mampu lagi mempersepsi rangsangan yang lebih lemah,
sedangkan aksi mental dan kognisi tidak.
b.
kita sering memejamkan mata jika sedang merenungkan suatu hal yang
musykil. Suatu bukti bahwa indera tidak dibutuhkan waktu itu.
c. mempersepsi rangsangan yang kuat merugikan indera, tetapi intelek
bisa berkembang dan menjadi kuat dengan mengetahui ide dan paham-paham umum.
d. kelemahan fisik yang disebabkan usia tua tidak mempengaruhi
kekuatan mental.
e.
jiwa dapat memahami proposisi-proposisi tertentu yang tidak
berkaitan dengan dengan data-data inderawi.
f. ada suatu kekuatan di dalam diri kita yang mengatur organ-organ
fisik, membetulkan kesalahan-kesalahan inderawi, dan menyatukan pengetahuan.
Jiwa
memiliki tiga daya, yaitu daya berpikir, daya keberanian, dan daya keinginan.
Tiga daya itu masing-masing melahirkan sifat kebajikan. Yaitu hikmah,
keberanian, dan kesederhanaan. Keselarasan ketiga kebajikan tersebut akan
menghasilkan kebajikan keempat, yaitu adil. Hikmah ada tujuh macam; tajam dalam
berpikir, cekatan berpikir, jelas dalam pemahaman, kapasitas yang cukup, teliti
melihat perbedaan, kuat ingatan, dan mampu mengungkapkan. Keberanian ada sebelas
sifat; murah hati, sabar, mulia, teguh, tentram, agung, gagah, keras keinginan,
ramah, bersemangat, dan belas kasih. Kesederhanaan ada dua belas; malu, ramah,
keadilan, damai, kendali diri, sabar, rela, tenang, saleh, tertib, jujur, dan
merdeka.
d.
Moral/Etika
Dalam
bidang inilah Ibnu Maskaweh banyak disorot dikarenakan langkanya filsuf Islam
yang membahas bidang ini. Secara praktek etika sebenarnya sudah berkembang di
dunia Islam, terutama karena Islam sendiri sarat berisi ajaran tentang akhlak.
Bahkan tujuan diutusnya Nabi Muhammad Saw adalah untuk menyempurnakan akhlak
manusia. Ibnu Maskaweh mencoba menaikkan taraf kajian etika dari praktis ke
teoritis-filosofis, namun dia tidak sepenuhnya meninggalkan aspek praktis.
Moral,
etika atau akhlak menurut Ibnu Maskaweh adalah sikap mental yang mengandung
daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dan pertimbangan. Sikap mental terbagi
dua, yaitu yang berasal dari watak dan yang berasal dari kebiasan dan latihan.
Akhlak yang berasal dari watak jarang menghasilkan akhlak yang terpuji;
kebanyakan akhlak yang jelek. Sedangkan latihan dan pembiasaan lebih dapat
menghasilkan akhlak yang terpuji. Karena itu Ibnu Maskaweh sangat menekankan
pentingnya pendidikan untuk membentuk akhlak yang baik. Dia memberikan
perhatian penting pada masa kanak-kanak, yang menurutnya merupakan mata rantai
antara jiwa hewan dengan jiwa manusia.
Masalah
pokok yang dibicarakan dalam kajian akhlak adalah kebaikan (al-khair),
kebahagiaan (al-sa’adah), dan keutamaan (al-fadhilah). Kebaikan adalah suatu
keadaan dimana kita sampai kepada batas akhir dan kesempurnaan wujud. Kebaikan
ada dua, yaitu kebaikan umum dan kebaikan khusus. Kebaikan umum adalah kebaikan
bagi seluruh manusia dalam kedudukannya sebagai manusia, atau dengan kata lain
ukuran-ukuran kebaikan yang disepakati oleh seluruh manusia. Kebaikan khusus
adalah kebaikan bagi seseorang secara pribadi. Kebaikan yang kedua inilah yang
disebut kebahagiaan. Karena itu dapat dikatakan bahwa kebahagiaan itu berbeda-beda
bagi tiap orang.
Ada dua
pandangan pokok tentang kebahagiaan. Yang pertama diwakili oleh Plato yang
mengatakan bahwa hanya jiwalah yang mengalami kebahagiaan. Karena itu selama
manusia masih berhubungan dengan badan ia tidak akan memperoleh kebahagiaan.
Pandangan kedua dipelopori oleh Aristoteles, yang mengatakan bahwa kebahagiaan
dapat dinikmati di dunia walaupun jiwanya masih terkait dengan badan.
Ibnu
Miskawah mencoba mengompromikan kedua pandangan yang berlawanan itu.
Menurutnya, karena pada diri manusia ada dua unsur, yaitu jiwa dan badan, maka
kebahagiaan meliputi keduanya. Hanya kebahagiaan badan lebih rendah tingkatnya
dan tidak abadi sifatnya jika dibandingkan dengan kebahagiaan jiwa. Kebahagiaan
yang bersifat benda mengandung kepedihan dan penyesalan, serta menghambat
perkembangan jiwanya menuju ke hadirat Allah. Kebahagiaan jiwa merupakan
kebahagiaan yang sempurna yang mampu mengantar manusia menuju berderajat
malaikat.
Tentang
keutamaan Ibnu Maskaweh berpendapat bahwa asas semua keutamaan adalah cinta
kepada semua manusia. Tanpa cinta yang demikian, suatu masyarakat tidak mungkin
ditegakkan. Ibnu Maskaweh memandang sikap uzlah (memencilkan diri dari
masyarakat) sebagai mementingkan diri sendiri. Uzlah tidak dapat mengubah
masyarakat menjadi baik walaupun orang yang uzlah itu baik. Karena itu dapat
dikatakan bahwa pandangan Ibnu Maskaweh tentang akhlak adalah akhlak manusia
dalam konteks masyarakat.
Ibnu Maskaweh
juga mengemukakan tentang penyakit-penyakit moral. Di antaranya adalah rasa
takut, terutama takut mati, dan rasa sedih. Kedua penyakit itu paling baik jika
diobati dengan filsafat.
e.
Sejarah
Sejarah
merupakan pencerminan struktur politik dan ekonomi masyarakat pada masa
tertentu, atau dengan kata lain merupakan rekaman tentang pasang-surut
kebudayaan suatu bangsa. Sejarah tidak hanya mengumpulkan kenyataan-kenyataan
yang telah lampau tetapi juga menentukan bentuk yang akan datang.
B.
IBNU SINA
1.
Biografi
Ibnu
Sina dilahirkan pada masa kekacauan dimana Khilafah Abbasiyah menglami
kemunduran dan negeri-negeri yang mula-mula berada dibawah kekuasaan Khilafah
tersebut mulai melepaskan diri satu-persatu untuk berdiri sendiri. Kota Baghdad
sendiri sebagai pusat pemerintah Khilafah Abbasiyah dikuasai oleh golongan Bani
Muwai pada tahun 334 H dan kekuasaan mereka berlangsung terus sampai tahun 447
H.
Ibnu
Sina bernama lengkap Abu Ali Al-Husain Abdullah Bin Sina. Ibnu Sina lahir pada tahun 980 M/370 H. di Afsyana sebuah
desa kecil dekat Bukharah, sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Persia). Namun
mengenai tahun kelahirnnya ini terjadi perbedaan dikalangan pakar.
Ayahnya,
Abdullah adalah seorang gubernur Samanite yang kemudian ditugaskan di Bukharah.
Ia adalah seorang sarjana terhormat Isma’iliyah, berasal Balkh Khorasan.
Sedangkan ibunya adalah orang asli dimana Ibnu Sina dilahirkan. Yakni di
Afsyanah.
Ibnu
Sina yang lebih dikenal sebagai Aviciena oleh masyarakat barat adalah seorang
tokoh terbesar sepanjang zaman, seorang jenius yang mahir dalam berbagai cabang
ilmu. Dialah pembuat ensiklopedi terkemuka dan pakar dalam bidang kedokteran,
filsafat, logika, matematika, etika, astronomi, musik, dan puisi.
Ibnu
Sina dididik di bawah tanggung jawab seorang guru, dan kepandaiannya segera
membuatnya menjadi kekaguman diantara para tetangganya; beliau menampilkan
suatu pengecualian sikap intelektual dan seorang anak yang luar biasa
kepandaiannya (Child prodigy) yang telah menghafal Al-Quran pada usia 5 tahun.
Kecerdasaannya yang sangat tinggi membuatnya menonjol sehingga salah seorang
gurunya menasehati ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun kedalam pekerjaan apapun
selain belajar dan menimba ilmu.
2.
Pemikiran dan Analisis
a.
Karya-Karya
Ibnu Sina membuat banyak karya.
Dan diantara karya-karyanya adalah:
1)
Al-Qonun fi Al-Thib diterjemahkan menjadi Canon Of Medicne oleh orang barat yang menjadi rujukan
utama ilmu pengobatan dalam dunia kedokteran sampai abad 19. Dan sudah dicetak
berulangkali serta telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa.
2)
As-Syifa’ yang terdiri dari 15 jilid dengan devinisi konvensional
metafisika sebagai studi tentang entitas-entitas yang bersifat in-materiil[9]
3)
Al-Isyarat dan beberapa risalah yang memperlihatkan “kecanggungan
mistis” dalam dirinya
4) Al-Najat terdiri dari 10 jilid yang dalam salah satu babnya Ibnu
Sina mengkritik atas faham mutakallimin tentang butuhnya mahuk pada yang
lain[11]
5) Al-Hikmah terdiri dari 10 jilid
6) Remedies for The Heart yang mengandungi sajak-sajak pengobatan.
Dalam buku ini, ia telah menceritakan dan menguraikan 760 jenis penyakit bersama
cara untuk mengobatinya
Selain karya-karya di atas, masih
banyak lagi karyanya yang lain yang juga membahas tentang kedokteran dan
filsafat.
b.
Pemikiran
Disini
kami akan menguraikan sekilas tentang beberapa pemikran Ibnu Sina dalam dunia
filsafat. Diantara pemikiran beliau adalah:
1)
Metafisika
Pemikiran metafisika Ibnu Sina
bertitik tolak pada pandangan filsafatnya yang terbagi tiga jenis. Yaitu :
a) Penting dalam dirinya sendiri, tidak perlu kepada sebab lain untuk
kejadiaannya, selain dirinya sediri yaitu Tuhan.
b) Berkehendak kepada yang lain,
yaitu mahluk yang butuh kepada yang menjadikannya.
c) Mahluk mungkin, yaitu bisa ada bisa pula tidak ada, dan ia sendri
tidak butuh kepada kejadiannya maksudnya benda-benda yang tidak berakal seperti
air, batu, api dan lain-lain.
2)
Hukum Sebab Musabbab
Tuhan
adalah sebab yang efesien dari alam, tidak perlu didahului oleh waktu. Dengan
kata lain Ibnu Sina memandang antara sebab dan akibat, walaupun bagaimana sebab
itu, datang juga dari sebab. Tuhan sebagai sebab, bertindak dalam alam yang
bergerak terus menerus dalam wujudnya, yang adalah sebagai sebab diriny sendiri
atau dibutuhkan oleh yang lain.
3)
Tuhan Maha Mengatur dan Maha Tahu
Devinisi
tentang Tuhan yang Maha Tahu diterangkan Ibnu Sina dalam kitabnya Al-Isyarat
sebagai berikut: “Maha Tahu Adalah perwakilan dalam alam semesta, dalam
pengetahuan abadi dalam suatu waktu tertentu”. Undang pelimpahan Tuhan dalam
bentuk hirarki dan kekhususan adalah dengan pelimpahan rasionil. Keterangan
yang berupa undang alam seperti tersebut di atas menyebabkan orang dapat
melihat bagaimana Ibnu Sina menguraikan tentang sifat maha Tuhan dan mengenai
baik dan buruk. Tampaknya dala bentuk yang demikian itu, orang akan merasa
psimis, dan memberikan uraiannya bahwa antara baik dan buruk, baiklah yang akan
menang. Oleh karena itu ia menyempurnakan wujudnya.
4)
Akal
Ibnu
Sina merumuskan bahwa akal merupakan suatu kekuatan yang terdapat dalam jiwa.
Menurut Ibnu Sina ada dua macam akal, yaitu: akal manusia dan akal aktif. Semua
pemikiran yang muncul dari manusia sendiri untuk mencari kebenaran disebut akal
manusia, yaitu semua pemikiran manusia yang mendatang kedalam akal manusia dari
limpahan ilham ketuhanan.
5)
Emanasi
Sebagaimana
Al-Farabi, Ibnu Sina juga menganut teori faidh (Emanasi). Bagi Ibnu Sina, Tuhan
sebagai akal murni memancarkan akal pertama. Ta’aqqul akal pertama memancarkan
akal kedua, falakul aqsha (langit terjauh) dan jiwa falaq tersebut selanjutnya
ta’aqqul akal kedua memancarkan akal pertama, falakuts tsawabit dan jiwanya.
Demikian ta’aqqul dari akal-akal itu secara berkesinambungan hingga sampai pada
akal yang kesepuluh dan bumi. Dari akal kesepuluh yang disebut akal fa’al
memancarlah segala yang ada di bawah bulan.
6)
Jiwa
Di dalam
masalah kejiwaan, Ibnu Sina termasuk penganut paham dualisme (tsanawiyah). Bagi
Ibnu Sina subtansi jiwa itu berlainan sama sekali dari materi tubuh meskipun
dia berasal dari pokok yang sama. Yakni akal fa’al. Tetapi ia mempunyai
perbedaan-perbedaan yang prinsipil.
7)
Teori Kenabian
Sebagaimana
yang tertulis di atas, bahwa akal itu bertingkat-tingkat. Tingkat pertama ialah
akal potensial. Kadang-kadang seorang manusia diberi kadar akal potensial yang
besar sehingga dengan itu Ia dapat secara langsung berhubungan dengan akal
fa’al tanpa melalui latihan-latihan
Akal yag
mempunyai kemampuan demikian oleh Ibnu Sina disebut dengan akal kudus (roh
suci) yang merupakan taraf tertinggi
yang dapat dicapai oleh seseorang. Bila taraf ini telah bisa dicapi oelh
seseorang, terbukalah baginya ilmu rabbani.
Dalam
filsafat, kehidupan Ibnu Sina mengalami dua periode penting. Pertama, adalah
periode ketika Ibnu Sina mengikuti paham filsafat paripatetik. Pada perode ini,
Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Kedua, adalah
ketika Ibnu Sina menarik diri faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya
sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.
Berkat
telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal
Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat Islam yang
terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah
menjawab berbagai persoalan filsafat yang tak terjawab sebelumnya.
Ibnu
Sina mengembangkan kosep logikanya kurang lebih semodel dengan komentar
al-Farabi tentang Organon-nya Aristoteles. Filsafat Logikanya bisa ditemukan
dalam kitabnya yang berjudul al-Najat dan dalam beberapa bagian penting karya
yang lain yang berjudul al-Isharat. Dalam sebuah monograf ringkas tapi sangat
penting yang berisi tentang ‘Klasifikasi Ilmu Pengetahuan”, Ibn Sina membagi
pengetahuan logika ke dalam sembilan bagian yang berbeda, yang berkaitan dengan
delapan buku Aristoteles yang didahului oleh Isagoge-nya Prophyry, salah satu buku yang sangat terkenal di Timur
pada abad pertengahan.
Bagian
pertama, berhubungan dengan Isagoge, adalah filsafat umum tentang bahasa yang
berkaitan dengan pembicaraan dan elemen-elemen abstraknya. Kedua, berkaitan
dengan ide-ide sederhana dan abstrak, yang dapat diterapkan pada semua hal, dan
disebut oleh Aristoteles dengan kategori. Ketiga, berkaitan dengan kombinasi
dari ide-ide sederhana tersebut untuk menyusun proposisi yang dinamakan
Aristoteles dengan hermeneutika dan oleh filosof Muslim dengan al-ibarah atau
al-tafsir. Keempat, mengkombnsikan proposisi
dalam bentuk-bentuk silogisme yang berbeda dan merupakan bahasan pokok First Analytics
Aristoteles, yaitu analogi (al-qiyas). Kelima, mendiskusikan berbagai hal yang
harus dipenuhi oleh premis-premis yang darinya rangkaian reasoning dijalankan
dan ini disebut dengan Second Analytics, yaitu pembuktian (al-burhan). Keenam,
mempertimbangkan sifat dan batas-batasan penalaran yang mungkin, yang berkaitan
dengan Topic-nya Aristoteles, yaitu perdebatan (al-jadl). Ketujuh, membicarakan
kesalahan penalaran logis, intensional atau yang lain, dan ini disebut
Sophisticii atau kesalahan-kesalahan (al-maghalit). Kedelapan,
menjelaskan seni mempersuasi secara oratorikal dan ini disebut Rhetoric
atau pidato (al-khatabah). Kesembilan, menjelaskan seni mengaduk jiwa dan
imajinsi pendengar melalui kata-kata. Ia adalah puisi (al-shi’r) atau
Poetics-nya Aristoteles yang dianggap filosof Muslim menjadi bagian dari
Organon logisnya.
Logika
digunakan Ibn Sina dalam pengertian yang luas. Logika silogistik dianggapnya
hanya bagian darinya. Sekalipun Ibn Sina memberikan logika posisi yang sangat
penting di antara ilmu-ilmu yang lain, dia pada saat yang sama juga mengakui
batas-batasnya. Fungsinya, dia jelaskan sangat jelas, bisa juga digunakan untuk
hal yang negatif. Tujuan utamanya adalah menyediakan bagi kita beberapa aturan
yang akan mengarahkan kita agar tidak jatuh ke dalam kesalahan penalaran. Jadi,
logika tidak menemukan kebenaran baru, tapi membantu kita untuk menggunakan
kebenaran yang telah kita miliki tersebut dengan baik dan mencegah kita dari
dari penggunaan yang salah atas kebenaran tersebut.
Penalaran,
menurut Ibn Sina, berawal dari terma-terma khusus yang diterima dari luar. Ini
merupakan data awal pengalaman atau prinsip-prnsip pertama pemahaman. Rangkaian
deduksi dihasilkan dari pengetahuan, diturunkan dari pengetahuan yang
mendahului, dan ini bukan tidak terbatas. Ia harus memiliki starting point yang
menjadi pondasi dari keseluruhan struktur logika. Starting point ini tidak
didirikan di dalam logika itu sendiri, tapi di luarnya.
Ini
secara jelas mengindikasikan bahwa logika seperti itu semata-mata sistem
formal, tidak terkait dengan kebenaran atau kesalahan. Isi kebenaran dari
sistem tersebut tidak datang dari dalam, tapi dari luar, yaitu dari data
pengalaman pertama.
C.
Kesimpulan
Ibnu
Maskaweh lebih dikenal sebagai filsuf akhlak (etika) walaupun perhatiannya luas
meliputi ilmu-ilmu yang lain seperti kedokteran, bahasa, sastra, dan sejarah.
Bahkan dalam literatur filsafat Islam, tampaknya hanya Ibnu Maskaweh inilah
satu-satunya tokoh filsafat akhlak. Ibnu Maskaweh meninggalkan banyak karya
penting, misalnya tahdzibul akhlaq (kesempurnaan akhlak), tartib as-sa’adah
(tentang akhlak dan politik), al-siyar (tentang tingkah laku kehidupan), dan
jawidan khirad (koleksi ungkapan bijak).
Pengaruh
pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang
kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa.
Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema filosofis yang
kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat. Dari beberapa
pemaparan di atas, jelas sekali bahwa Ibnu Sina banyak terpengaruh oleh
pemikiran dari al-Farabi, juga pera filosof Yunani khusunya Aristoteles.
Disamping beliau juga banyak memberikan pengaruh yang kuat pada filosof Islam
juga pada para filosof Yunani sesudahnya.
D.
Referensi
Drs.
Sudarsono, SH. Filsafat Islam, Rineka
Cipta, Bandung. 1989
Fakhri ,
Majid. Sejarah Filsafat Islam, Mizan,
Bandung. 2002
Hanafi
Ahmad. Pengantar Filsafat Islam,
LKiS, Jogjakarta. 1998
Nasution,
Hasyimsyah, Dr., M.A., Filsafat Islam,
Jakarta: GMP, 1999.
www.iptek.net.id
Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas tentang :
Judul: FILSAFAT DI KAWASAN TIMUR (IBNU MASKAWEH & IBNU SINA)
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai FILSAFAT DI KAWASAN TIMUR (IBNU MASKAWEH & IBNU SINA) bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.
Judul: FILSAFAT DI KAWASAN TIMUR (IBNU MASKAWEH & IBNU SINA)
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai FILSAFAT DI KAWASAN TIMUR (IBNU MASKAWEH & IBNU SINA) bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.
No comments:
Post a Comment