A. Modernisme Barat
Kalau kita
lihat dalam sejarah kemodernan barat, ada semacam perjuangan gerakan
kebangkitan untuk memperbaiki agama pada abad pertengahan oleh sejumlah pejuang
kemanusiaan yakni para filosof. Akan tetapi dalam perkembangan sejarahnya,
barat berupaya untuk menghapus sisi-sisi sebab dari keberhasilannya, yakni
sebab tersebut adalah mempelajari segala pengetahuan dari para sarjana muslim.
Maka dari itu tentu saja posisi yang dipegangi oleh barat terhadap
pertumbuhannya yang khas ini memiliki pengaruh yang sangat dholim terhadap
konsep sejarah bagi peradaban Islam. Akibatnya adalah bahwa hingga masa kini,
sedikit sekali pemikir dan ilmuwan arab muslim yang dirujuk.
Jika orang
ingin berupaya untuk memahami kaitan antara Islam dan modernism maka tentu saja
ia harus mengetahui modernism secara mendasar, dan bukanlah mengetahui
modernism dalam kacamata barat. Karena pada hakikatnya modernism pada awalnya
tumbuh di dunia Arab. Para sejarawan jika ingin merujuk kepada rentetan
perkembangan pemikirannya, ia hanya mengambil garis lurus kepada Yunani-Romawi
dan kitab suci atau Bible dan langsung menuju Barat, yang mana sudah pasti
telah melampaui periode historis abad ke-7 dan 8 yang mana pada waktu itu dunia
timur tengah atau Islam yang jauh lebih berperan.
Dari
praktek-praktek tersebutlah muncullah kebencian-kebencian terhadap Arab-Muslim,
yang mana pihak Barat hanya mengungkap modernism yang aktif tersebut hanya
dilihat dari aspek sejarah mereka saja. Sehingga muncullah
pertentangan-pertentangan dialog dari pihak Arab-Muslim khususnya di Aljazair,
yang menyatakan bahwa sesungguhnya gerakan modernism barat pada dasarnya
berasal dari kiprah para sarjana muslim pada zaman kejayaan islam. Mereka juga
mengataka bahwa ideology-ideologi Barat seperti benih revolusi sosial di Perancis,
dan benih demokrasi sesungguhnya telah teralisasi lebih dahulu dalam
kaidah-kaidah sejarah umat muslim yang diusung pada zaman sahabat dan
seterusnya.
B. Modernisme Islam
Pada
hakikatnya pembaruan-pembaruan yang dimiliki oleh barat ini diawali dari
keadaan yang terpuruk, meneliti dan bangkit, ilmu etnosentris pastinya dapat
membedakannya yakni manakala mereka masih bersifat primitive sampai menuju
perkembangannya yang pesat. Demikian pula hal tersebut telah dialami oleh kaum
Arab terdahulu, dari zaman kejahiliyahan menuju keemasan berkat beberapa faktor
pendukung. Jika isyarat-isyarat tersebut memanglah benar, maka tak dapat tidak
kita mesti mengakui bahwa modernism layak dinyatakan sebagai tahapan Islam-Arab
sebagaimana ia juga merupakan tahapan Kristen-Barat.
Sehingga
perlu dari sebagian pemikir kita untuk meluruskan pemaknaan dari modernism itu
sendiri, karena faktanya maodernisme itu ada yang bersifat pemikiran dan ada juga
yang bersifat materialism seperti majunya industrialisme. Arkoun juga
memberikan pandangan bahwa modernism material adalah kegiatan
perbaikan-perbaika yang memasuki kerangka eksternal eksistensi manusia.
Sedangkan modernism pemikiran adalah mencakup metode, atau alata berfikir dan
sikap rasional yang mempercayai rasionalitas yang lebih sesuai dengan realitas.
Gerakan
moderenisme atau pembaharuan islam hanya salah satu potret wajah Indonesia pada
permulaan abad ke-20. Karena priode ini secara umum sering disebut zaman
bergerak atau era kebangkitan Nasional. Sebagaiman yang dikatakan oleh
(Federspiel,) dinamika itu merupakan respon kreatif dan aspresiasi terhadap
budaya local (tradisi), konsen aqidah dan amaliah islam (islam ortodok) dan
akomodasi ilmu dan teknologi modern. Hamper seluruh organisasi dan gerakan
islam (kaum santri) menekankan ortodoksi islam, sedangkan kaum ‘nasonalis’ (abangan)
terbelah kedalam dua orientasi budaya: tradisional dan kemodernan.
C. Postmodernisme
Postmodernisme
adalah faham yang berkembang setelah era modern dengan modernisme-nya. Postmodernisme bukanlah faham tunggal sebuat teori,
namun justru menghargai teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temu
yang tunggal. Banyak tokoh-tokoh yang memberikan arti postmodernisme sebagai
kelanjutan dari modernisme. Namun kelanjutan itu menjadi sangat beragam.
Postmodernisme
seiring berjalannnya waktu dianggap sebagai suatu aliran pemikiran yang itu
menjadi paradigma baru sebagai antitesis akan modernisme yang dinilai gagak
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur dalam kehidupan
bermasyarakat itu sendiri.
Postmodernis
muncul karena dilatar belakangi oleh kegagalan aliran modernis dalam
menciptakan kesejahteraan melalui teknologi, sains,dan lain-lain. Aliran ini
mengandung kritik tajam atas semua jenis epistimologi. Menurut postmodernisme,
tidak ada satu hal yang bersifat permanen dan universal.
D. Neo-Modernisme Islam
Neo-modernisme
islam adalah tidak lain dari modenisme islam plus metodologi yang mantab dan
benar untuk memahami Al-Qur’an dan Assunnah Nabi dalam prespektif
sosio-historis.
Dengan
demikian, neo modernism islam di satu sisi merupakan kritik atas islam modernis
terutama berkaitan dengan keenganannya memanfaatkan khasanah budaya lokal. Di
sisi lain, ia merupakan usaha revitalisasi islam modernis. Apabilah islam
modernism mau dan mampu meramu khasanah klasik dan kearifan loka (budaya local)
dalam semangat rasionalitas, tentu akan menjadi kekuatan islam yang
sesungguhnya.
Pergerakan
islam saat ini bisa didiskripsikan sebagai menjadi dua pola perkembangan/
pemikiran pokok yang pertama islam tradisional dan islam moderns. Islam
tradisional melahirkan islam neotradisional dan tradisionalisme radikal. Karena
ketidak puasan terhadap islam tradisional dan neo tradisional maka munculah
antitesa dari keduanya yaitu islam posttradisionalisme. Noe-tradisionalisme =
islam liberal. Sedangkan islam modern melahirkan tiga pemikiran yaitu
neo-modernis, islam transformative dan fundamentalis salafi. Neomodernisme
= islam liberal perkawinan keduanya akan menghsilakan sekolerisme.
Neomodernisme juga melahirkan islam pos-puritanisme. Islam transformative atau
bisa juga disebut islam puritan. Karena perkembangannya islam puritan tidak
bias menjawab tantangan zaman maka muncullah / melahirkan antitesa yaitu islam
pos-puritanisme. Islam fundamentalisme melahirkan neo-fundamentalisme islam (ada
dua golongan : adabtif dan ortodoks; akan muncul kekerasan atas nama agama).
Jadi dari
rahim islam tradisionalisme lahairlah islam neo-tradisionalisme (pembaharuan
tradisi, yaitu sebuah usaha pembaharuan yang menggunakan tradisi sebagai pintu
masuknya. Dengan cara mengkemas menjadi sebuah potensi yang dapat mendorng
kemajuan), yang dipelopori oleh gus dur dkk. Dan tradisonalisme radikal yang
didukung oleh sejumlah kyai pesantren. Neo-Tradisionalisme membuka jalan bagi
munculnya post-tradisionlalisme islam, sedangkan tradisionalaisme radikal
menumbuhkan corak keagamaan neo-tradisionalisme radikal sebagi antitesa
post-tradisionlisme islam.
Di sisi
lain, dalam tubuh islam modern juga muncul atau berkembang beragam pemikiran
yang secara garis besarnya dapat dipetakan menjadi tiga yaitu Neo-Modernisme,
ahmad syafi’I maarif. islam
transformative ( islam kiri), moeslim Abdurrahman dan islam salafi radikal (
bercorak islam puritan). Neo modernism islam dan islam transformative
melahirkan generasi islam liberal yang corak pemikirannya bercorak
post-puritanisme (semangat untuk mengkritisi dan menyegarkan kembali proses
purifikasi dan dinamisasi yang dilakukan oleh moderenisme islam awal. Ada
sebuah usaha untuk melihat permasalahan tradisi dan budaya lokal melalui kultur
bukan pendekatan aqidah) pendekatan, dan salafi radikal memunculkan neo
salafiah. Kemunculan islam liberal banya ditentang dan memperoleh perlawanan
yang gigih dari kaum neo-tradisionalisme radikal dan neo-salafiah radikal
karena dalam pandangan mereka, usaha liberalisasi pemikiran dapat merusak islam
itu sendiri.
E. Karakteristik Pemikiran Barat (Neo-Modernisme)
Dari akar pemikiran barat di atas
maka dapat ditarik garis merah bahwa karakteristik pemikiran barat adalah
sebagai berikut :
- Mempunyai Kecendrungan Sekularis-Rasional, Bukan Religius-Tekstual
- lebih condong dekat ke empirisisme, rasionalisme, realisme, materialistis, membangun peradaban dan menyebarkan risalah dunia (Alexandria).
- Bahasa pemikiran barat adalah bahasa rasional murni, jelas, dan mudah dipahami dari kandungan bahasanya
- pembentukan adalah segala-galanya,. Karenanya di dalam kesadaran Eropa proses lebih dominan dari pada wujud, perubahan lebih dominan dari pada ketetapan, realitas lebih dominan dari pada ideal
- Menggunakan konsep kebebasan berfikir dan memisahkan antara sosialisme dengan agama
- Ilmu adalah value-free (bebas nilai)
- Yahudi dan Kristen Sebegai akar pemikiran barat menyimpan rasa (motif) permusuhan dengan umat Islam.
F.
Kritik Atas Modernisme
Peradaban barat, menurut pemikir muslim yang terkenal asal
india, Abul Hasan Ali An-Nadwi, adalah kelanjutan peradaban yunani dan romawi
yang telah mewariskan kebudayaan politik, pemikiran, dan kebudayaan. Kebudayaan
yunani yang menjadi inti kebudayaan barat, memiliki sejumlah “keistimewaan”,
yaitu: (1) kepercyaan yang berlebihan terhadap kemampuan panca indera dengan
meremehkan hal-hal yang di luar panca indera, (2) kelangkaan rasa keagamaan dan
kerohanian, (3) sangat menjunjung tinggi kehidupan duniawi dan menaruh
perhatian yang berkelebihan terhadap mamfaat dfan kenikmatan hidup, dan (4)
memiliki kebanggaan “patriotism”. Semua itu dapat diringkas dalam satu kata,
“materialism”. Peradaban romawi yang menggantikan peradaban yunani memiliki
keunggulan dalam hal kekuatan, tata pemerintahan, luasnya wilayah, dan sifat-sifat
kemiliteran. Romawi kemudian mewarisi peradaban yunani sampai ke akar-akarnya,
sehingga bangsa romawi tidak lagi beda dengan bangsa yunani dalam karakteristik
dasar. Keduanya memiliki kesamaan besar: mengagungkan hal duniawi, skeptik
terhadap agama, lemah iman, merehkan ajaran dan praktek keagamaan, fanatik
kebangsaan, serta patriotism yang berlebihan. Sejak semula mereka telah
mengembangkan paham sekuralisme yang menganggap tuhan tidak berhak memasuki
urusan politik maupun urusan keduniaan lainya.
Muahammad Asad (Leopold Weiss) mencatat, peradaban barat
modern hanya mengakui penyerahan manusia kepada tuntutan-tuntutan ekonomi, sosial,
dan kebangsaan. Tuhan mereka yang sebenarnya bukanlah kebahagiaan spiritual
melainkan keenakan, kenimatan duniawi. Mereka mewarisi watak nafsu untuk
berkuasa dari peradaban romawi kuno. Konsep “keadilan” bagi romawi, adalah
“keadilan” bagi orang-orang romawi saja. Sikap semacam itu hanya mungkin
terjadi dalam peradaban yang berdasarkan pada konsepsi hidup yang sama sekali materealistik.
Asad menilai, sumbangan agama Kristen terhadap peradaban barat sangatlah kecil.
Bahkan saripati peradaban barat itu sendiri sebenarnya irreligious.
Sayyid Qutb juga dikenal sangat kritis terhadap barat,
terutama setelah berkunjung ke Amerika tahun 1948-1950. Disana Qutb belajar
tentang metode pendidiksn barat (western
methods of education). Pengalamanya yang lebih dua tahun di Amerika itu,
tampaknya menjadi “titik baik” yang penting dalam hidupnya. Ia kemudian menjadi kritikus barat yang ingin dan sekembalinya ke
Mesir pada 1952, ia bergabung dengan alikhwanul muslim. Qutb juga sangat
dikenal sangat menekankan bahaya perang pemikiran. Dia menulis,
“para pendjajah dewasa ini tidak
mengalahkan kitka dengan senjata dan kekuatan, tetapi melalui orang-orang kita
yang telah terjajah juwa dan fikirannya. Kita dikalahkan oleh dampak yang
ditinggalkan oleh para imperialis pada departemen pendidikan dan pengajaran,
juga di pers serta buku-buku. Kita kalah oleh pena-pena yang tenggelam dalam
tintah kehinaan dan jiwa yang kerdil, sehingga pena-pena itu hanya bangga jika menulis tentang para
pembesar prancis, inggris dan amerika.”
Kritik-kritik para sarjana Muslim terkenal itu dikemukakan
jauh sebelum perang dingin usai, dimana secara politis, dunia barat masih
melakukan kerjasama dengan Negara-negara muslim untuk menghadapi musuh utama
mereka, yaitu komunisme. Mereka melakukan kajian terhadap peradaban barat bukan
karena kepentingan politik tetapi berusaha menyelami hakekat peradaban antara
peradaban islam dan barat. Diantara mereka muncul cendikiawan terkemuka
kelahiran Bogor Jawa Barat, bernama Syed Muhammadd Naquib al-attas. Dia mengungkapkan
pandangan yang lebih sistematis, filosofis, dan mendasar tentang barat. Ia
mengungkapkan, karena adanya perbedaan yang sangat fundamental antara peradaban
barat dan peradaban islam, makan apa yang sesungguhnya terjadi disebutnya
sebagai satu kondisi “ permanent confrontatioan” (konfrintasi permanen) atau
konpik abadi.
Al-Attas menghimbau agas kaum muslimin tidak alpa dan
terlena dalam mengemban tugasnya sebagi umat islam. Umat islam tidak seharusnya
secara bulat-bulat menerima dan mengharapkan yang sia-sia bantuan dan kerjasama
serta persahabatan yang ikhlas dari yang lain. Ia mengajak umat islam
merenungkan makna firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 120;
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada
kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya
petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu
mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak
lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”
Diingatkan
pula oleh Al-Attas dengan yang bahasa
lugas
“Bukankah dizaman kita ini pun jelas
bahwa orang-orang yahudi dan Kristen (yang keduanya
menjelmakan sifat asasi kebudayaan barat) memang tidak rela menerima baik
seruan islam dan kaum muslimin, melainkan kita jua dikehendaki mereka mengikuti
cara agamanya?—menganut sikap hidup yang berdasarkan semata-mata keutamaan,
kebendaan, kenegaraan dan keduniawian.
Dan agama dijadikanya hanya sebagai alat bagi melayani hawa
nafsu. Bukankah ilmu yang sebenarnya sudah sampai kepada kita? Maka mengapa
pula kita membiarkan sahaj nasib umat kita dipimpin oleh pemimpin-pemimpin
politik, kebudayaan dan ilmu pengetahuan dan juga ulama yang lemah dan palsu
yang sebenarnya tiada sadar bahwa mereka sedang mengotori hawa nafsu kebudayaan
barat.
Mereka membayangi kebudayaan barat dalam cara berfikir,
dalam sikap beragama, dalam memahami nilai-nilai kebudayaan dan mengelirukan
faham serta tujuan ilmu. Kepada kebudyaan baratkah akan kita berlindung, akan
kita memohon pertolongan, yang akan mencegah tindak balasan Allah kelak?
Waspadalh saudarahku muslimin sekalian”
Saat ini, metode-metode filsafat bukan hanya digunakan untuk
pengembangan ilmu-ilmu eksakta, tetapi ia juga digunakan sebagai pisau analisis
untuk mengkaji berbagai cabang keilmuan lainnya, termasuk berbagai studi
tentang agama. Inilah yang dilakukan oleh para orientalis dalam setiap kajian
mereka tentang masyarakat timur, baik yang berkenaan dengan budaya maupun
agama. Satu hal yang cukup berbahaya serta menodai objektivitas ilmu adalah
ketika studi yang dikembangkan ini tidak hanya bertujuan untuk berkhidmah pada
ilmu, tetapi telah disusupi kepentingan politik seperti imperialisme dan
kolonialisme. Oleh sebab itu, seluruh cabang ilmu pengetahua yang berhasil
mereka kembangkan, digunakan untuk mempelajari masyarakat Timur, tetapi bukan
untuk mensejahterakan mereka. Ia
digunakan untuk mencaplok mereka, baik dengan kekuatan militer maupun ideologi.
Akibat dari upaya-paya tersebut, masyarakat Barat bukan hanya menjual
produk-produk iptek, tetapi juga mereka “mendakwahkan” kultur (bahkan agama)
yang mereka peluk. Akibatnya, masyarakat Timur bukan hanya mengkonsumsi produk
teknologi, tetapi juga harus menelan pil pait kultur Barat yang bertentangan
dnegan kultur Timur, bahkan merasa bangga mengikuti Barat secara membabi
buta.Di antara pemikiran Barat yang saat ini dicangkokkan ke dalam pemikiran
keagamaan (baca: Islam) adalah liberalisasi pemikiran, teologi inklusivisme,
pluralisme, sekularisme, materialisme, Marxisme, kapitalisme dan lain
sebagainya.
Pada dasarnya, ketika buah pemikiran Barat modern tersebut
dibawa ke dalam Islam, ia dapat menjadi unsur positif yang sangat bermanfaat
untuk pengembangan studi Islam, tetapi pada waktu yang bersamaan ia juga dapat
menjadi penyakit berbahaya. Terdapat banyak hal positif yang dapat kita ambil
dari metode pemikiran Barat modern, tetapi juga terdapat duri yang (jika kita
ingin) selamat, maka duri tersebut harus kita singkirkan dan setelah durinya
tersingkir, kita bisa menikmati dagingnya tanpa was-was tertusuk duri.
Dengan kata lain, mengingat metode-metode tersebut lahir di
Barat yang memiliki kultur dan pandangan hidup yang berbeda dengan Islam, maka
Islam harus dijadikan sebagai “sabun” pembersih duri agar produk pemikiran
Barat tersebut steril. Yang jadi
persoalan kita adalah ketika produk Barat kita ekspor dan kita telan
mentah-mentah tanpa melihat kondisi kita sebagai masyarakat Timur Muslim,
padahal saat masyarakat Eropa mengambil metode pengembangan ilmu dari Islam,
mereka juga tidak menelannya mentah-mentah.
Oleh sebab itu, jika kita sudah mensterilkan metode Barat
dari warna Barat, maka hasil studi mereka tentang agama dan masyarakat dapat
dijadikan sebagai sarana untuk memperkaya khazanah Islam. Hal seperti inilah
yang telah dilakukan oleh beberapa orientalis yang objektif ketika mereka
mengkaji Islam. Mereka dapat menghasilkan karya tentang Islam, padahal umat
Islam sendiri belum mencapai kesana. Selain itu, tidak akan ada pertentangan
lagi antara studi Islam hasil kajian orientalis dengan hasil umat Islam. Yang
akan bermasalah adalah ketika hasil kajian orientalis didompleng oleh
kepentingan Kristenisasi atau kolonialiasi. Oleh sebab itu, ketika di Barat
berbicara tentang kebebasan, maka kita dapat menerapkan kebebasan Barat dengan
ukuran al-Quran. Demikian pula ketika kita melihat isu-isu HAM, demokratisasi, pluralisasi
dan lain sebagainya.
Referensi
Zuly Qodir.
Pembaharuan Pemikiran Islam.
http//www. Cecep Taufikurrohman . Aliran Pemikiran Modern Dan
Pengaruhnya Terhadap Studi Islam
Al-attas. 2001, Risalah Untuk
Kaum Muslimin, kuala lumpur; ISTAC
Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas tentang :
Judul: KRITIK ATAS MODERNISME (SEBUAH TIPOLOGI DAN WACANA PEMIKIRAN TRANSFORMATIF ERA 80AN)
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai KRITIK ATAS MODERNISME (SEBUAH TIPOLOGI DAN WACANA PEMIKIRAN TRANSFORMATIF ERA 80AN) bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.
Judul: KRITIK ATAS MODERNISME (SEBUAH TIPOLOGI DAN WACANA PEMIKIRAN TRANSFORMATIF ERA 80AN)
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai KRITIK ATAS MODERNISME (SEBUAH TIPOLOGI DAN WACANA PEMIKIRAN TRANSFORMATIF ERA 80AN) bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.
No comments:
Post a Comment