FILSAFAT
DI KAWASAN BARAT
IBNU
BAJAH, IBNU THUFAIL, IBNU RUSYD
IBNU BAJAH
A. Riwayat Hidup Ibnu Bajjah
Ibnu
Bajjah adalah filosof muslim yang pertama dan utama dalam sejarah kefilsafatan
di Andalus. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Yahya ibnu
Al-Sha’igh, yang lebih terkenal dengan nama ibnu Bajjah. Orang barat
menyebutnya Avenpace. Ia dilahirkan di Saragossa (Spanyol) pada akhir abad ke-5
H/abad ke-11 M. Riwayat hidupnya secara rinci tidak tidak banyaqkm diketahui
orang. Begitu juga mengenai pendidikan yang ditempuhnya dan guru yang
mengasuhnya tidak terdapat informasi yang jelas.
B. Karya Tulis Ibnu Bajjah
Karya
tulis Ibnu Bajjah yang terpenting dalam bidang filsafat ialah sebagai berikut:
1.
Kitab
Tadbir al-Mutawahhid, ini adalah kitab yang paling popular dan terpenting dari
seluruh karya tulisnya. Kitab ini diberisikan akhlak dan politik serta
usaha-usaha individu menjauhkan diri dari segala macam keburukan-keburukan
dalam masyarakat negara, yang disebutnya sebagai Insan Muwahhid (manusia
penyendiri).
2.
Risalat
al-Wada’, risalah ini membahas penggerak pertama (Tuhan), manusia, alam, dan
kedokteran.
3.
Rilasat
al-Ittishal,risalah ini menguraikan tentang hubungan manusia dengan akal fa’al.
4.
Kitab
al-Nafsh, kitab ini menjelaskan tentang jiwa.
5.
Tardiyyah,
berisi tentang syair pujian
6.
Risalah-risalh
Ibnu Bajjah yang berisi tentang penjelasan-penjelasan atas risalah-risalah
al-Faraby dalam masalah logika.
7.
Majalah
al-Majama’ al-’Ilm al-’Arabi.
C. Filsafat Ibnu Bajjah
Filsafat
Ibnu Bajjah banyak terpengaruh oleh pemikiran Islam dari kawasan di timur,
seperti al-Faraby dan Ibnu Sina. Hal ini disebabkan kawasan islam di timur
lebih dahulu melakukan penelitian ilmiah dan kajian filsafat dari kwasan islam
di barat (Andalus). Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan menelusuri
pemikiran filsafatnya.
1.
Metafisika
(Ketuhanan)
Menurut Ibnu Bajjah, segala yang ada
(al-maujudat) terbagi menjadi dua: yang bergerak dan yang tidak bergerak. Yang
bergerak adalah jisim (materi) yang sifatnya finite (terbatas). Gerak terjadi
dari perbuatan yang menggerakkan terhadap yang digerakkan. Gerakan ini
digerakkan pula oleh gerakan yang lain, yangakhir rentetan gerakan ini
digerakkan oleh penggerak yang tidak bergerak, dalam arti penggerak yang tidak
berubah yang berbeda dengan jisim (materi). Gerak jisim mustahil timbul dari
substansinya sendiri sebab ia terbatas. Oleh karena itu, gerakan ini mesti
berasal dari gerakan yang infinite (tidak terbatas), yang oleh Ibnu Bajjah
disebut dengan akal.
2.
Materi
dan Bentuk
Menurut pandangan Ibnu Bajjah,
materi (al-Hayula) tidak mungkin bereksistensi tanpa bentuk (al-Shurat).
Sementara itu, bentuk bisa bereksistensi dengan sendirinya tanpa materi. Jika
tidak, secara pasti kita tidak mungkin dapat menggambarkan adanya modifikasi
(perubahan-perubahan) pada benda. Perubahan-perubahan tersebut adalah suatu
kemungkinan dan inilah yang dimaksud dengan pengertian bentuk materi.
Pandangan Ibnu Bajjah ini diwarnai oleh pemikiran Aristoteles dan Plato.
Pandangan Ibnu Bajjah ini diwarnai oleh pemikiran Aristoteles dan Plato.
3.
Jiwa
Menurut pendapat Ibnu Bajjah, setiap
manusia mempunyai satu jiwa. Jiwa ini tidak mengalami perubahan sebagaimana jasmani.
Jiwa adalah penggerak bagi manusia. Jiwa digerakkan dengan dua jenis alat:
alat-alat jasmaniah dan alat-alat rohaniah. Alat-alat jasmaniah diantaranya ada
berupa buatan dan ada pula yang berupa alamiah, seperti kaki dan tangan.
Alat-alat alamiah ini lebih dahulu dari alat buatan, yang disebut juga oleh
Ibnu Bajjah dengan pendorong naluri (al-Harr al-gharizi) atau roh insting. Ia
terdapat pada setiap makhluk yang berdarah.
4.
Akal
dan Ma’rifah
Ibnu Bajjah menempatkan akal dalam
posisi yang sangat penting. Dengan perantaraan akal, manusia dapat mengetahui
segala sesuatu, termasuk dalam mencapai kebahagiaan dan masalah Ilahiyat.
Oleh karena itu pengetahuan yang
diperoleh akal ada dua jenis pula: yang dapat tetapi tidak dapat dihayati, yang
dapat dipahami dan dapat pula dihayati.
5.
Akhlak
Ibnu Bajjah membagi perbuatan manusia menjadi perbuatan hewani dan manusiawi. Perbuatan didasarkan atas dorongan naluri untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keinginana hawa nafsu. Sementara itu, perbuatan manusiawi adalah perbuatan yang didasarkan atas pertimbangan rasio dan kemauan yang bersih lagi luhur. Sebagai contoh, perbuatan makan bisa dikatagorikan perbuatan hewani dan bisa pula menjadi perbuatan manusiawi. Apabila perbuatan makan tersebut dilakukan untuk keinginan hawa nafsu, perbuatan ini jatuh pada perbuatan hewani. Namun, apabila perbuatan makan dilakukan bertujuan untuk memelihara kehidupan dalam mencapai keutamaan dalam hidup, perbuatan tersebut jatuh pada perbuatan manusiawi.
Ibnu Bajjah membagi perbuatan manusia menjadi perbuatan hewani dan manusiawi. Perbuatan didasarkan atas dorongan naluri untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keinginana hawa nafsu. Sementara itu, perbuatan manusiawi adalah perbuatan yang didasarkan atas pertimbangan rasio dan kemauan yang bersih lagi luhur. Sebagai contoh, perbuatan makan bisa dikatagorikan perbuatan hewani dan bisa pula menjadi perbuatan manusiawi. Apabila perbuatan makan tersebut dilakukan untuk keinginan hawa nafsu, perbuatan ini jatuh pada perbuatan hewani. Namun, apabila perbuatan makan dilakukan bertujuan untuk memelihara kehidupan dalam mencapai keutamaan dalam hidup, perbuatan tersebut jatuh pada perbuatan manusiawi.
6.
Politik
Pandangan politik Ibnu Bajjah
dipengaruhi oleh pandangan politik Al-Farabi. Sebagaimana Al-Farabi, dalam buku
Ara’ Ahl al-Madinat al-Fadhilat, ia (Ibnu Bajjah) juga memebagi negara menjadi
negara utama (al-Madinat al-Fadhilat) atau sempurna dan negara yang tidak
sempurna, seperti negara jahilah, fasiqah, dan lainnya.
Demikian juga tentang hal-hal yang
lain, seperti persyaratan kepala negara dan tugas-tugasnya selain pengatur
negara, juga pengajar dan pendidik. Pendapat Ibnu Bajjah sejalan dengan
Al-Farabi. Perbedaanyya hanya terletak pada penekanannya. Al-Farabi titik
tekannya pada kepala negara, sedangkan Ibnu Bajjah titik tekannya pada warga
negara (masyarakat).
7.
Tasawuf
(manusia Penyendiri)
Renan berpendapat bahwa Ibnu Bajjah
memiliki kecenderungan kepada tasawuf, tapi tentu salah ketika dia menganggap
bahwa Ibnu Bajjah menyerang al-Ghozali karena ia menandaskan intuisi dan
tasawuf.
D. Tadbir al-Mutawahhid
Ibnu Bajjah menjelaskan tentang
tadbir, bahwa kata ini mencakup pengertian umum dan khusus. Tadbir dalam
pengertian umum, seperti disebutkan diatas, adalah segala bentuk perbuatan
manusia. Sementara itu, tadbir dalam pengertian khusus adalah pengaturan negara
dalam mencapai tujuan tertentu, yakni kebahagiaa. Pada pihak lain, filosof
pertama Spanyol ini menghubungkan istilah tadbir kepada Allah SWT. Karena Allah
SWT Maha Pengtur, yang disebut al-Mutadabbir. Ia telah mengatur alam sedemikian
rapi dan teratur tanpa cacat. Pemakaian kata ini kepada Allah hanya untuk
penyerupaan semata. Akan tetapi, pendapat Ibnu Bajjah ini memang ada benarnya.
Tadbir yang akan dilaksanakan manusia mestinya mencontoh tadbir Allah SWT.
terhadap alam semesta. Selain itu, tadbir hanya dapat dilaksanakan berdasarkan
akal dan ikhtiar. Pengertian ini tercakup manusia memilki akal dan Allah yang
dalam filsafat disebut dengan akal.
Adapun yang dimaksud dengan istilah
al-Mutawahhid ialah manusia penyendiri. Dengan kata lain, seseorang atau
beberapa orang, mereka mengasingkan diri masing-masing secara sendiri-sendiri,
tidak berhubungan dengan orang lain. Berhubungan dengan orang lain tidak
mungkin sebab dikhawatirkan akan terpengaruh oleh perbuatan yang tidak baik.
Sementara itu, al-mutawahhid yang dimaksud Ibnu Bajjah ialah seorang filosof
atau beberapa orang filosof hidup menyendiri pada salah satu negara dari negara
yang tidak sempurna, seperti negara Fasiqah, Jahilah, Berubah dan lain-lainnya.
IBNU THUFAIL
A.
Biodata
Ibnu Thufail
Nama
lengkap ibnu Thufail ialah Abu Bakar Muhammad ibnu Abd Al-Malik ibn Muhammad
ibnu Muhammad ibnu Thufail. Ia dilahirkan di Guadix (Arab : Wadi Asy), provinsi
Granada, Spanyol pada tahun 506 H/1110 M. dalam bahasa latin ibnu Thufail populer
dengan sebutan Abubacer.
Selain
terkenal sebagai filosof muslim yang gemar menuangkan pemikirannya dalam
kisah-kisah ajaib dan penuh dengan kebenaran, ia juga seorang dokter, ahli
matematika dan kesusastraan. Karier Ibnu Thufail bermula sebagai dokter praktik
di Granada. Lewat ketenarannya sebagai dokter, ia diangkat menjadi sekretaris
Gubernur di provinsi tersebut. Pada tahun 1154 M (549 H) Ibnu Thufail menjadi
sekretaris pribadi Gubernur Cueta (Arab: Sabtah) dan Tangier (Arab : Thanjah /
Latin : Tanger) Abu Yaqub Yusuf al-Mansur, Khalifah kedua dari Dinasti
Muwahhidun (558 H / 1163 M – 580 H / 1184 M) selanjutnya menjadi dokter
pemerintah dan sekaligus menjadi qadhi.
B.
Pemikiran-Pemikiran
Ibnu Thufail
Beberapa
pemikiran/pendapat Ibnu Thufail, yaitu:
1. Ada dua jalan untuk mengenal Tuhan,
yaitu dengan jalan akal atau dengan jalan syariat. Kedua jalan tidaklah
bertentangan, karena akhir daripada filsafat adalah mengenai Allah
(marifatullah).
Di dalam roman filsafatnya yang
menarik itu Ibnu Thufail menggambarkan kepada manusia bahwa kepercayaan kepada
Allah adalah satu bagian dari fitrah manusia yang tidak dapat disangkal dan
bahwa akal yang sehat dengan memperhatikan dan merenungkan alam sekitarnya tentu
akan sampai kepada Tuhan.
a.
Sifat
Allah itu pada dua kelompok:
a)
Sifat-sifat
yang menetapkan wujud Zat Allah, ilmu, kudrat dan hikmah. Sifat-sifat ini
adalah Zat-Nya sendiri. Hal ini untuk meniadakan ta’addud al-qudama
(berbilangnya yang qadim) sebagaimana paham mu’tazilah.
b)
Sifat
salab, yakni sifat-sifat yang menafikan paham kebendaan dari Zat Allah. Dengan
demikian, Allah suci dari kaitan dengan kebendaan.
b.
Filsafat
dan agama tidak bertentangan dengan kata lain, akal tidak bertentangan dengan
Wahyu. Allah tidak hanya dapat diketahui dengan Wahyu, tetapi juga dapat
diketahui dengan akal.
Agama penuh dengan perbandingan, persamaan dan
persepsi-persepsi antropomorfosis, sehingga cukup mudah dipahami oleh orang
banyak. Filsafat merupakan bagian dari kebenaran esoteris, yang menafsirkan
lambang-lambang agama agar diperoleh pengertian-pengertian yang hakiki.
IBNU RUSYD
A.
Biodata
Ibnu Rusyd
Nama
lengkapnya adalah Muhammad ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu
Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga
ilmuan. Ayahnya dan kakeknya adalah para pencinta ilmu dan merupakan ulama yang
sangat disegani di Spanyol. Ayahnya adalah Ahmad Ibnu Muhammad (487-563 H)
adalah seorang fqih (ahli hokum islam) dan pernah menjadi hakim di Cordova.
Sementara kakeknya, Muhammad Ibn Ahmad (wafat 520 H-1126 M) adalah ahli fiqh
madzhab Maliki dan imam mesjid Cordova serta pernah menjabat sebagai hakim
agung di Spanyol. Sebagaimana ayah dan kakeknya Ibnu Rusyd juga pernah menjadi
hakim agung di Spanyol.
Pendidikan
awalnya dimulai dari belajar Al-Qur’an di rumahnya sendiri dengan ayahnya.
Selanjutnya ia belajar dasar-dasar ilmu keislaman seperti Fiqh, Ushul Fiqh,
Hadits, Ilmu Kalam, bahasa Arab dan Sastra. Dalam ilmu fiqih ia belajar dan
menguasai kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik.
Selain
kepada ayahnya sendiri, ia juga belajar kepada Abu Muhammad Ibn Rizq dalam
disi[plin ilmu perbandingan hukum islam (fiqh ikhtilaf) dan kepada Ibn Basykual
dibidang hadits. Dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat ia belajar kepada
Abu Ja’far Harun al-Tardjalli (berasal dari Trujillo). Selain itu gurunya yang
berjasa dalam bidang kedokteran adalah Ibn Zhuhr.
B.
Pemikiran
Ibnu Rusyd
1. Agama dan Filsafat
Masalah
agama dan falsafah atau wahyu dan akal adalah bukan hal yang baru dalam
pemikiran islam, hasil pemikiran pemikiran islam tentang hal ini tidak diterima
begitu saja oleh sebagian sarjana dan ulama islam. Telah tersebut diatas
tentang reaksi Al-Ghazali terhadap pemikiran mereka seraya menyatakan
jenis-jenis kekeliruan yang diantaranya dapat digolongkan sebagai pemikiran
sesat dan kufur.
Terhadap
reaksi dan sanggahan tersebut Ibnu Rusyd tampil membela keabsahan pemikiran
mereka serta membenarkan kesesuain ajaran agama dengan pemikiran falsafah. Ia
menjawab semua keberatan imam Ghazali dengan argumen-argumen yang tidak kalah
dari al-Ghazali sebelumya.
2. Metafisika
a.
Dalil
wujud Allah
Dalam membuktikan adanya Allah, Ibn Rusyd menolak
dalil-dalil yang pernah dkemukakan oleh beberapa golongan sebelumnya karena
tidak sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Syara’, baik dalam berbagai
ayatnya, dan karena itu Ibn Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya
sesuai dengan al-Qur’an dalam berbagai ayatnya, dank arena itu, Ibnu Rusyd
mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai, tidak saja bagi orang awam,
tapi juga bagi orang –orang khusus yang terpelajar.
b.
Dalil
‘inayah (pemeliharan)
Dalil ini berpijak pada tujuan segala sesuatu dalam kaitan
dengan manusi. Artinya segala yang ada ini dijadikan untuk tujuan kelangsungan
manusia. Pertama segala yang ada ini sesuai dengan wujud manusia. Dan kedua,
kesesuaian ini bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi memang sengaj
diciptakan demikian oleh sang pencipta bijaksana.
c.
Dalil
Ikhtira’ (penciptaan)
Dalil ini didasarkan pada fenomena ciptaan segala makhluk ini,
seperti ciptaan pada kehidupan benda mati dan berbagai jenis hewan,
tumbuh-tumbuhan dan sebagainya. Menurut Ibn Rusyd, kita mengamati benda mati
lalu terjadi kehidupan padanya,sehingga yakin adanya Allah yang menciptakannya.
Demikian juga berbagai bintang dan falak di angkasa tundujk seluruhnya kepada
ketentuannya. Karena itu siapa saja yang ingin mengetahui Allah dengan
sebenarnya, maka ia wajib mengetahui hakikat segala sesuatu di alam ini agar ia
dapat mengetahui ciptaan hakiki pada semua realitas ini.
d.
Dalil
Gerak.
Dalil ini berasal dari Aristoteles dan Ibn Rusyd
memandangnya sebagi dalil yang meyakinkan tentang adanya Allah seperti yang
digunakan oleh Aristoteles sebelumnya. Dalil ini menjelaskan bahwa gerak ini
tidak tetap dalam suatu keadaan, tetapi selalu berubah-ubah. Dan semua jenis
gerak berakhir pada gerak pada ruang, dan gerak pada ruang berakhir pada yang
bergerak pad dzatnya dengan sebab penggerak pertama yang tidak bergerak sama
sekali, baik pada dzatnya maupun pada sifatnya.
Akan tetapi, Ibn Rusyd juga berakhir pada kesimpulan yang
dikatakan oleh Aristoteles bahwa gerak itu qadim.
e.
Sifat-sifat
Allah.
Adapun pemikiran Ibn Rusyd tentang sifat-sifat Allah
berpijak pada perbedaan alam gaib dan alam realita. Untuk mengenal sifat-sifat
Allah, Ibn Rusyd mengatakan, orang harus menggunakan dua cara: tasybih dan
tanzih (penyamaan dan pengkudusan). Berpijak pada dasar keharusan pembedaan
Allah dengan manusia, maka tidak logis memperbandingkan dua jenis ilmu itu.
3. Fisika
a.
Materi
dan forma
Seperti dalam halnya metafisika, ibnu rusyd juga di juga di
pengaruhi oleh Aristoteles dalam fisika. Dalam reori Aristoteles, ilmu fisika
membahas yang ada (maujud) yang mengalami perubahan seperti gerak dan diam.
Dari dasarnya itu, ilmu fisika adalah materi dan forma.
Menurut Ibn Rusyd, bahwa segala sesuatu yang berada di bawah
alam falk terdiri atas materi dan forma. Materi adalah sesuatu yang darinya ia
ada, sedangkan forma adalah sesuatu yang dengannya ia menjadi ada setelah tidak
ada.
b.
Sifat-sifat
jisim.
Adapun sifat-sifat jisim ada empat macam, yaitu:
Ø Gerak
Ø Diam
Ø Zaman
Ø Ruang
c.
Bangunan
alam.
Para filosof klasik mengatakan, bahwa bentuk bundar adalah
yang paling sempurna, sehingga gerak melingkar merupakan gerak yang paling
Afdol. Gerak inilah yang kekal lagi azali. Dengan sebab gerak ini, maka
jisim-jisim samawi memiliki bentuk bundar. Karena jisim-jisim ini bergerak
melingkar, maka alam semesta ini merupakan sesuatu planit yang bergerak
melingkar.Dan planit ini hanya satu saja, sehingga tidak ada kekosongan. Demikianlah
alam falak itu saling mengisi.
4. Manusia
Dalam masalah manusia, Ibn Rusyd
juga dipengaruhi oleh teori Aristoteles. Sebagi bagian dari alam, manusia
terdiri dari dua unsure materi dan forma.. jasad adalah materi dan jiwa adalah
forma. Seperti halnya Aristoteles, Ibnu Rusyd membuat definisi jiwa sebagai
“kesempurnaan awal bagi jisim alami yang organis.” Jiwa disebut sebagai
kesempurnaan awal untuk membedakan dengan kesempurnaan lain yangmerupakan
pelengkap darinya, seperti yang terdapat pada berbagai perbuatan. Sedangkan
disebut organis untuk menunjukan kepada jisim yang terdiri dari
anggota-anggota. Untuk menjelaskan kesempurnaan jiwa tersebut, Ibnu Rusyd
mengkaji jenis-jenis jiwa yang menurutnya ada lima:
· Jiwa Nabati
· Jiwa perasa
· Jiwa khayal
· Jiwa berfikir
· Jiwa kecendrungan
5. Kenabian dan Mu’jizat
Ibnu Rusyd membedakan dua jenis
mukjizat: mukjizat ekstern yang tidak sejalan dengan sifat dan tugas kerasulan,
seperti menyembuhkan penyakit, membelah bulan dan sebagainya. Dan mukjizat
intern yang sejalan dangan sifat dan tugas kerasulan yang membawa syariat untuk
kebahagiaan umat manuisia. Mukjizat yangpertama yang berfungsi sebagai penguat
sebagai kerasulan. Sedangkan yang kedua sebagai bukti yang kuat tentang
kerasulan yang hakiki dan merupakan jalan keimanan bagi para ulama dan orang
awamsesuai dengan kesanggupan akal masing-masing.
6. Politik dan Akhlak
Ibnu Rusyd mengatakan bahwa dalam
Negara utama orang tidak memerlukan lagi kepada hakim dan dokter karena segala
sesuatu berjalan secara seimbang, tidak lebih dan tidak berrkurang.hal ini
karena keutamaan itu sendiri mengandung dalam dirinya keharusan menghormati hak
orang lain dan melakukan kewajiban.
Khusus tentang wanita, Ibnu rusyd
sangat membela kedudukannya yang sangat penting dalam Negara. Pada hakikatnya,
anita tidak berbeda dengan pria pada watak dan daya kekuatan. Dan jikapun ada,
maka itu hanya ada pada kuantitas daya dan pada beberapa bidang saja. Dan jika
dalam kerja, ia dibawa tingkat pria, tetapi iamelebihinya dalam bidang seni,
seperti music. Menurut Ibnu Rusyd, masyarakat islam tidak akan maju, selama
tidak membebaskan wanita dari berbagai ikatan dan kekangan yang membelenggu
kebebasannya.
C. Karya-karya Ibn Rusyd
Karya-karya aslinya dari Ibnu Rusyd
yang penting, yaitu:
1.
Tahafut
al-Tahafut (The incoherence of the incoherence = kacau balau yang kacau).
2.
Kulliyat
fit Thib (aturan Umum Kedokteran), terdiri atas 16 jilid.
3.
Mabadiul
Falasifah, Pengantar Ilmu Filsafat. Buku ini terdiri dari 12 bab.
4.
Tafsir
Urjuza, Kitab Ilmu Pengobatan.
5.
Taslul,
Tentang Ilmu kalam.
6.
Kasful
Adillah, Sebuah buku Scholastik, buku filsafat dan agama.
7.
Muwafaqatil
hikmatiwal Syari’ah, persamaan filafat degan agama.
8.
Bidayatul
Mujtahid, perbandingan mazhab dalam fiqh dengan menyeutkan alasan-alasannya
masing-masing.
9.
Risalah
al-kharaj (tentang perpajakan)
10. Al-da’awi, dll.
KESIMPULAN
Latar belakang pemikiran filsafat Ibnu Bajjah adalah bahwa
ia seorang filsof, penyair, dokter, dan wazir pada masa pemerintahan murabithun
di Saragossa. Dalam bukunya yang terkenal Tadbir al-Muwahhid, Ibnu Bajjah
mengemukakan teori teori al-ittishal, yaitu bahwa manusia mampu berhubungan dan
meleburkan diri dengan akal fa’al atas bantuan ilmu dan kekuatan pertumbuhan
kekuatan insaniah.
Berkaitan dengan teori al-ittishal tersebut, Ibnu Bajjah
juga mengajukan satu bentuk epistemology yang berbeda dengan corak yang
dikemukakan oleh al-Ghazali di dunia islam timur.
Tadbir al-Muwahhid ini berisikan delapan pasal, yaitu:
1.
penjelasan
mengenai kata tadbir
2.
penjelasan
tentang perbuatan-perbuatan yang bersifat kemanusiaan
3.
penjelasan
yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan menyendiri
4.
mengenai
pembagian perbuatan manusia ang menjadi tiga macam
5.
seorang
Mutawahhid (penyendiri) harus memilih tingkatan perbuatan yang paling tinggi
6.
kembali
memperpangjang bentuk-bentuk rohaniah dan perbuatan-perbuatan yang bertalian
dengannya
7.
menjelaskan
apa yang dimaksud dengan tujuan akhir
DAFTAR PUSTAKA
Musthafa. 2007. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Sudarsono. 2004. Filsafat Islam. Jakarta: Rineka Cipta
Zar, Sirajiddin. 2007. Filsafat Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.