Nov 12, 2015

Tafsir QS. An Nahl : 90 – 91



A.    Tafsir
Ahmad Musthafa al-Maraghidalam tafsirnya menjelaskan kata adil yang terdapat pada ayat tersebut adalah االمسوب في كل شيئ جلا زيادة ولا نقص فيه sedangkan yang dimaksud adil dalam ayat tersebut adalah  المكافعة فى الخير والشر memenuhi yang baik dan yang buruk. Sedangkan kata ihsan lebih tinggi daripada kata al-khoir adapun kata ايتاء ذى القربى berarti memberikan hak kaum kerabat dengan cara bersilaturahmi dan berbuat baik. Kata الفخشاء. berarti sesuatu berupa ucapan dan perbuatan yang dinilai buruk, seperti berbuat zina, meminum khamar, terlalu berlebih-lebihan dalam mendapatkan harta dan mencuri, serta perbuatan tercela lainnya; sedangkan kata al-munkar sesuatu yang timbul karena desakan amarah yang kuat seperti memukul dengan bengis, membunuh dan mengganggu manusia lainnya. Adapun kata البغى berarti merasa lebih tinggi dari orang lain dan memaksa orang lain dengan cara memasuki dan berbuat zalim dan kata al-madz berarti mengingatkan orang lain agar berbuat baik dengan memberi nasihat dan petunjuk. Kesimpulannya: ayat tersebut bahwa Allah menyuruh manusia agar berbuat adil, yaitu menunaikan kadar kewajiban berbuat baik dan terbaik dengan meningkatkan kepatuhan dan menjunjung tinggi perintah Tuhan, berbuat kasih sayang pada ciptaan-Nya dengan bersilaturahmi pada mereka.

B.     Kandungan Ayat
        بِالْعَدْلِ  maksudnya, tauhid atau inshaf. Ibnu Abbas menafsirkannya dengan tauhid, yaitu mengucap dua kalimah syahadah (  ( اشهد أن لآإله إلا الله وأن محمدا رسول الله.
           Inshaf (sederhana) dalam seluruh aspek: Inshaf dalam bidang tauhid adalah beri’tikad bahwa Allah bersifat dengan sifat kesempurnaan, bersih dari segala kekurangan. Dalam bidang i‘tikad ialah menisbahkan segala perbuatan kepada Allah dan menisbahkan usaha kepada manusia, hal ini berbeda dengan faham Jabbariyah dan Mu’tazilah. Menurut faham Jabbariyah, manusia tiada usaha (perbuatan) samasekali dan menurut akidah mereka manusia ibarat sehelai benang yang digantungkan di dalam angin, dihembus kemana saja sesuai dengan gerak angin, dan manusia tidak memiliki perbuatan samasekali. Jika Allah mengazab manusia berarti Allah telah melakukan aniaya (berbuat zalim). Kelompok ini termasuk dalam kelompok kafir. Adapun kelompok Mu’tazilah, mereka berpendapat bahwa manusialah yang menciptakan sendiri perbuatannya (usahanya). Mereka ini termasuk ke dalam golongan fasik. Padahal inshaf itu ialah menisbahkan seluruh perbuatan milik Allah, baik atau jahatnya, zahir dan bathinnya. Sedangkan menurut faham ahlussunnah wal jama’ah, semua perbuatan milik Allah dan manusia hanya berusaha saja. Inshaf dalam bidang ibadah ialah tidak terlalu banyak dan tidak terlalu berkurang, tapi sederhana saja. Dan Inshaf dalam bidang nafkah ialah tidak boros dan tidak kikir.
        وَاْلاِحْسَانِ  maksudnya, menunaikan segala yang fardhu (wajib) atau bahwa engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, sebagaimana tersebut dalam hadits: Jibril AS bertanya kepada Rasulullah SAW tentang Ihsan, maka Rasulullah SAW menjawab: “Ihsan itu ialah bahwa engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Maka jika engkau tidak melihat-Nya, yakinlah bahwa Dia pasti melihatmu”. Artinya, engkau beribadah kepada Allah karena memperhatikan kebesaran-Nya seolah-olah engkau melihat-Nya dengan mata kepalamu. Ini disebut dengan maqam (level) musyaahadah (kesaksian). Maka jika tak sampai ke level ini, perhatikan dan yakinkanlah bahwa Ia pasti melihatmu dan engkau selalu di sisi-Nya. Ini disebut dengan maqam muraqabah (intip). Perbandingannya, maqam musyaahadah bagaikan orang yang bisa melihat dengan mata kepalanya  yang normal dan sehat, ia duduk-duduk di depan raja dan saling melihat dan memperhatikan. Dan maqam muraqabah bagaikan orang buta yang duduk-duduk di depan raja, ia tidak bisa melihat raja tapi raja bisa melihatnya dengan jelas.
Berbuat baik (وَاْلاِحْسَانِ), yakni kepada Allah dan kepada para hamba-Nya. Berbuat baik kepada Allah adalah dengan cara menunaikan segala yang difardhukan secara sempurna. Dan berbuat baik kepada para hamba-Nya ialah dengan memaafkan segala kesalahan yang mereka lakukan, memberikan bantuan kepada mereka yang telah menghambat kita, dan menyambung hubungan dengan orang yang telah memutuskan hubungannya dengan kita.
وَاِيْتَآئِ ذِى الْقُرْبَى  maksudnya, memberikan sedekah kepada kaum kerabat. Ini lebih diutamakan daripada bersedekah kepada orang lain karena sedekah kepada kaum kerabat merupakan sarana untuk mempererat hubungan persaudaraan. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya taat yang paling cepat memperoleh balasan (fahala) ialah mempererat hubungan persaudaraan (silaturrahmi)” (Al-Hadits). Makanya, kaum kerabat disebutkan secara khusus dalam ayat ini karena penting penyebutannya, sebagaimana uraian di atas.
وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ (dan Allah melarang dari perbuatan keji) maksudnya, zina.
وَاْلمُنْكَرِ maksudnya, kufur dan maksiat-maksiat lainnya, termasuk zina yang telah disebutkan secara khusus di atas. Penyebutan lafal ini berpengertian umum setelah disebut lafal yang berpengertian khusus  sebelumnya. Maksudnya, segala macam bentuk maksiat dilarang oleh Allah SWT.
وَالْبَغْيِ  maksudnya, melakukan penganiayaan terhadap manusia. Disebutkan secara khusus sebagaimana penyebutan pada pelarangan zina (الْفَحْشَآءِ) karena penting. Pentingnya, yaitu karena tindakan penganiayaan terhadap manusia merupakan maksiat yang paling besar setelah kufur. Oleh karena itu, sebahagian ulama berkata: “Siksaan (azab) yang paling cepat diterima seseorang akibat berbuat maksiat ialah siksaan (azab) akibat melakukan tindakan penganiayaan terhadap manusia”. Dalam satu riwayat Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya salah satu dari dua gunung melakukan penganiayaan terhadap lainnya, maka sungguh Allah akan menghancurkan gunung tersebut akibat penganiayaan yang dilakukan kepada gunung lainnya” (Al-Hadits). Dalam riwayat yang lain beliau bersabda: “Orang yang melakukan penganiayaan dan para pembantunya adalah anjing-anjing neraka” (Al-Hadits).
 يَعِظُكُمْ    maksudnya, dapat memberi pengajaran kepada manusia dengan perintah dan larangan.
لَعَلَّكُمْ تذَكَّرُوْنَ  maksudnya, mudah-mudahan bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Dalam kitab Mustadrak dari Ibnu Mas’ud, beliau berkata: “Ayat ini merupakan ayat yang paling lengkap dalam Al-Qur`an yang menjelaskan tentang kebaikan dan kejahatan”. Menurut sebuah riwayat, Rasulullah SAW membaca ayat ini kepada Al-Walid bin Mughirah, ia berkata: “Ulangi sekali lagi ayat tersebut wahai Muhammad”. Maka Rasul mengulangi lagi ayat tersebut, lalu Al-Walid langsung berkomentar: “Ayat itu sangat sedap dan indah, sangat tinggi mengandung faedah dan sangat rendah mengandung hal-hal yang banyak,  itu bukanlah ucapan manusia, keadaan ayat itu lebih sempurna dan lengkap yang dipakai oleh para khatib dalam khutbahnya”.
وَاَوْفُوْا بِعَهْدِ اللهِ اِذَا عَاهَدْتُّمْ  maksudnya, dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dengan cara berjanji setia (bai’at), sumpah-sumpah dan lain-lain, seperti janji-janji. Maksudnya ialah segala sesuatu yang mesti ditunaikan oleh manusia, baik itu yang diwajibkan oleh Allah Swt maupun kewajiban yang dibebankan oleh seseorang terhadapnya, seperti ikatan janji dengan seorang guru yang memerintahkan muridnya untuk mengerjakan sesuatu. Maka, si murid wajib taat kepadanya selama yang diperintahkan itu masih dalam koridor syara’ dan tidak bertentangan antara perintah guru dengan perintah Allah. Dan juga guru berakhlak mulia dan perbuatannya benar. Jadi, apa yang diperintahkan guru wajib ditaati karena Allah Swt memerintahkan manusia untuk taat kepada guru. Dengan taat kepada guru, berarti taat kepada Allah Swt.
Maksud dengan janji setia (bai’at) ialah janji setia atas segala perintah syara’ (Allah dan Rasul-Nya) untuk mentaatinya. Janji ini diucapkan oleh semua manusia semenjak di alam sulbi Nabi Adam AS setelah dikeluarkan semua benih manusia di hadapan Allah Swt. Hal ini seperti yang termaktub d dalam QS. Al-A’raf : 172. Kemudian untuk mengingatkan kembali akan janji yang telah terucap tersebut, Allah Swt mengutuskan Rasul-rasul-Nya.
Maksud dengan sumpah ialah segala janji yang diucapkan manusia dengan memakai nama-nama Allah (Asmaul Husna) dan sifat-sifat-Nya (sifat dua puluh), seperti demi Allah, demi Rahman, demi Wujud, demi Wahdaniyah dan lain-lain. Maka, janganlah dilanggar sumpah itu selama ada unsur kemaslahatan padanya. Tapi jika tidak ada kemaslahatan padanya, bahkan kemaslahatan ada pada sebaliknya, maka melanggar lebih baik. Hal ini berdasarkan Sabda Rasulullah Saw : "Barangsiapa yang bersumpah, lalu ia melihat sebaliknya yang lebih baik, maka hendaklah ia mengambil kebaikannya (dengan melanggar sumpah) dan membayar kafarahnya".
 وَلاَ تَنْقُضُوا اْلاَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيْدِهَا maksudnya, dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya.
 وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللهَ عَلَيْكُمْ كَفِيْلاً maksudnya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu terhadap sumpah-sumpah itu dengan memakai nama Allah atau sifat-Nya ketika bersumpah.
اِنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ  maksudnya, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. Ini sebagai peringatan keras kepada manusia supaya tidak membatalkan sumpah dan janji setia mereka.


C.     Hikmah Ayat
            Ketika itu, Rasulullah SAW apabila menerima seseorang memeluk agama Islam langsung dibai’at (diadakan janji setia). Sehubungan dengan itu, maka Allah SWT menurunkan ayat ke-91 dan 92 sebagai ketegasan bahwa bagi mereka yang sudah berbai’at dengan Rasulullah SAW jangan sekali-kali mengingkari bai’at itu. Jangan seperti wanita yang merajut pintalan benang dengan kokoh kemudian merusaknya kembali. Sungguh perbuatan sia-sia. Ini gambaran bagi orang yang sudah bai’at kemudian kembali ke kufuran. 
Ayat ke-91 diturunkan untuk memberi perintah agar kaum muslimin berbai’at kepada Rasulullah SAW. Yakni berjanji setia untuk mempertahankan panji-panji Islam dan memeluk Islam dengan penuh konsekuen. 
          Sa’idah al-As’adiyah, seorang majnun (gila) yang pekerjaannya hanya menggelung dan mengurai rambut terus-menerus, tidak bosan melakukan bongkar pasang. Sehubungan dengan itu, Allah SWT menurunkan ayat ke-92 sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang telah mengikat perjanjian kemudian mengingkarinya. Mereka tak lebih adalah orang majnun yang menggelung rambut kemudian mengurainya kembali. Tak lebih seperti Sa’idah al-As’adiyah. 

Terimakasih Anda telah membaca tulisan / artikel di atas tentang :
Judul: Tafsir QS. An Nahl : 90 – 91
Ditulis Oleh Unknown
Semoga informasi mengenai Tafsir QS. An Nahl : 90 – 91 bisa memberikan manfaat bagi Anda. Jangan lupa Komentar Anda sangat dibutuhkan, di bawah ini.

2 comments: